TEMPO.CO, Jakarta - Melemahnya mata uang regional Asia dan Eropa terhadap dolar AS, menyusul reaksi negatif pasar terhadap hasil pertemuan Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS), kembali menekan nilai tukar rupiah.
Di transaksi pasar uang hari ini, Kamis, 21 Juni 2012, rupiah ditutup melemah 52 poin (0,55 persen) ke level 9.482 per dolar AS. Masih adanya ketidakpastian di pasar finansial global membuat para pelaku pasar domestik merasa lebih nyaman memegang dolar AS.
Tingginya ekspektasi pasar akan dikucurkannya stimulus finansial (quantitative easing) ketiga untuk mendukung perekonomian AS berakhir dengan kekecewaan. Pernyataan resmi Bank Sentral AS (The Fed) akhirnya mempertahankan kebijakan swap obligasi jangka pendek dan jangka panjang serta suku bunga acuan tetap di 0,25 persen.
Sentimen negatif tersebut membuat dolar AS kembali perkasa di pasar mata uang Asia dan Eropa. Mata uang bersama negara-negara Eropa kembali melemah 0,27 persen ke level US$ 1,2673. Yen juga melemah 0,28 persen ke level 79,89 per dolar AS. Jadi indeks dolar AS terhadap enam mata uang rival utamanya menguat 0,02 persen ke level 81,601.
Treasury of Research Bank BNI, Apressyanty Senthaury, mengatakan kecemasan pasar terhadap perkembangan ekonomi AS dan krisis Eropa kembali menghambat apresiasi rupiah. “Pasar tadinya sempat berharap The Fed mengucurkan tambahan stimulus finansial melalui QE3 sehingga mendorong aliran dana asing masuk ke pasar regional.”
Turunnya indeks manufaktur Cina yang mengindikasikan lesunya perekonomian negara dengan ekonomi terbesar kedua dunia ini serta hasil keputusan The Fed tampaknya tidak bersahabat bagi investor.
“Selain itu, data pengangguran AS yang diprediksi akan meningkat mencapai 380 ribu jiwa lagi-lagi membuat investor makin cemas, sehingga dolar AS akan tetap menjadi tempat yang paling aman untuk investasi,” katanya.
Langkah penanganan krisis Eropa yang belum memuaskan turut menjadi perhatian investor. Berlanjutnya krisis perbankan Eropa setelah pemilu Yunani serta melonjaknya yield obligasi Spanyol dan Italia membuat gejolak pasar finansial di Benua Biru tak berkesudahan.
PDAT | M. AZHAR