TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Jumat, 15 Juni 2012, melakukan pemusnahan barang bukti kasus peredaran ilegal berupa daging tenggiling sebanyak 12.677,18 kilogram dan sisiknya 96,96 kilogram.
"Ini adalah program unggulan kami untuk perlindungan terhadap satwa. Dulu memang tenggiling di Sumatera banyak. Sekarang hampir punah," kata Zulkifli, Jumat, 15 Juni 2012. Program tersebut merupakan hasil kerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerian Pertanian, Kejaksaan Agung, dan kepolisian.
Kasus pertama terungkap pada Mei 2011 oleh petugas Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Priok. Petugas menggagalkan pengiriman 7.453,06 kilogram daging tenggiling beserta 64,60 kilogram sisiknya, sedangkan tersangka masih DPO.
Kasus kedua terjadi pada Juli 2011. Petugas Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta menggagalkan pengirimkan 500 kilogram tenggiling ke Singapura. Berdasarkan hasil pengembangan, ditemukan lagi sebanyak 500 kilogram di sebuah gudang di Jakarta Barat.
Kasus ketiga diungkap pada awal Mei 2012. Petugas Balai Karantina Kelas II Cilegon-Banten menemukan truk boks pendingin yang ditinggalkan oleh pemiliknya di area parkir Pelabuhan Merak. Temuan berjumlah 4.124,12 kilogram dan sisik 31,36 kilogram.
Zulkifli menjelaskan, daging tenggiling diminati karena mengandung protein dalam jumlah yang tinggi. "Sedangkan sisiknya digunakan untuk bahan obat, kosmetik, bahkan untuk campuran sabu-sabu," kata dia.
Di Indonesia, daging tenggiling ilegal dihargai Rp 1 juta per kilogram. Sedangkan sisiknya seharga US$ 1 sampai US$ 6 per kilogram. Peminatnya biasanya dari Thailand dan Cina. Di sana dijual dengan harga tiga kali lipat lebih tinggi.
"Untuk itu kami mengganjar pelaku dengan tuntutan lima tahun penjara. Jangan sampai seperti penjual orang utan di Kalimantan yang hanya diganjar delapan bulan, itu tidak akan membuat jera," kata Zulkifli.
ELLIZA HAMZAH