TEMPO.CO, Jakarta - Setelah menembus level di atas Rp 9.300 per dolar Amerika Serikat (AS), rupiah terus dilanda gonjang-ganjing. Dolar AS yang terus menunjukkan superioritasnya terhadap mata uang utama dunia membuat rupiah mulai terpental.
Makin liarnya pergerakan rupiah di pasar non deliverable forward (NDF) membuat rentang pergerakan rupiah dalam sehari bisa lebih dari seratus poin hingga menembus 9.600 per dolar AS untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir. Namun, Bank Indonesia (BI) yang selalu berada di pasar untuk mengawal mata uangnya berhasil membuat rupiah menguat menjelang akhir perdagangan.
Walhasil, di pasar uang domestik hari ini, nilai tukar rupiah ditutup kembali melemah tipis 5 poin poin (0,05 persen) ke level 9.452 per dolar AS. Kuatnya tekanan rupiah sempat membuat mata uang lokal terpuruk hingga ke 9.645 per dolar AS. Namun di pasar NDF sore ini rupiah ditransaksikan dilevel 9.503 per dolar AS.
Indeks dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia sore ini hingga pukul 16.04 WIB kembali menguat 0,169 poin (0,21 persen) ke level 82,755.
Pengamat pasar uang Lindawati Susanto mengemukakan, tren dolar AS yang cenderung menguat seiring memburuknya kondisi di Eropa memberikan tekanan yang cukup kuat terhadap rupiah dalam beberapa hari terakhir. “Ditambah lagi kondisi akhir bulan dimana permintaan dolar AS dari korporat juga meningkat,” tuturnya.
Kekhawatiran terhadap perkembangan ekonomi dan politik di Yunani mendekati pemilihan umum 17 Juni mendatang, serta masalah kesulitan likuiditas di perbankan Spanyol semakin menekan mata uang tunggal Uni Eropa. Euro terus terpuruk hingga di bawah US$ 1,25 yang merupakan level terendahnya hampir dalam dua tahun terakhir serta mengindikasikan tergerusnya kepercayaan investor terhadap mata uang Eropa.
Permintaan dolar AS menjelang akhir bulan yang meningkat juga turut menekan rupiah cukup dalam. Selain untuk keperluan rutin, pembelian dolar AS juga untuk pembayaran dividen investor asing yang biasanya dalam bentuk dolar AS.
Sebenarnya pasokan dolar AS di pasar domestik banyak, tetapi mereka yang memiliki mata uang Negeri Paman Sam tidak mau menjual karena takut rupiah akan terus melemah,” Begitu pula yang membutuhkan. Mereka akan membeli dolar AS di harga berapa saja karena sangat mendesak dan takut harganya akan semakin mahal,” ucapnya.
VIVA B. KUSNANDAR