TEMPO.CO, Jakarta - Kuatnya berita negatif dari Eropa terkait masalah politik Yunani membuat tekanan rupiah masih cukup besar. Tidak adanya sentimen positif dari domestik yang mampu mengangkat indeks membuat rupiah masih berada di atas level 9.200 per dolar Amerika Serikat (AS).
Membaiknya data-data ekonomi Eropa yang dirilis sore ini mampu meredakan kekhawatiran atas dampak gejolak politik Yunani. Euro pun berhasil bangkit sehingga menahan apresiasi dolar. Dampaknya, indeks dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia turun tipis 0,043 poin (0,05 persen) ke level 80,705.
Meredanya superioritas dolar AS terhadap mata uang utama membuat turunnya tekanan terhadap mata uang Asia, termasuk rupiah. Walhasil, nilai tukar rupiah menguat 10 poin (0,1 persen) ke posisi 9.240 per dolar AS.
Head of Treasury Research Bank BNI Tbk Nurul Eti Nurbaeti menjelaskan masih tingginya ketidakpastian di zona Eropa membuat tekanan rupiah di pasar masih cukup kuat sehingga nilai tukarnya masih bertahan di atas 9.200 per dolar AS. Hanya konsistensi Bank Indonesia (BI) di pasar mampu menahan rupiah tak melemah terlalu dalam.
Keluarnya aliran dana asing dari bursa saham dan jatuhnya harga obligasi pemerintah karena para investor merasa lebih aman memegang dolar AS, membuat rupiah belum mampu keluar dari tekanan eksternal. “Ditambah lagi menjelang libur panjang membuat para pelaku pasar sudah holiday mood,” kata Nurul.
Selain masih kuatnya berita negatif dari faktor global serta meningkatnya permintaan dolar AS di pasar domestik--meskipun masih jauh dari akhir bulan, membuat rupiah menguat tipis. Data ekonomi Jerman dan Prancis yang lebih baik dari perkiraan mampu menahan apresiasi dolar AS.
Pergerakan rupiah, Nurul melanjutkan, masih akan dipengaruhi oleh tren dolar AS terhadap mata uang utama dunia. Kondisi pasar global yang masih akan didominasi oleh permintaan dolar AS sebagai safe haven membuat penguatan rupiah masih akan tertahan.
VIVA B. KUSNANDAR