TEMPO.CO , Jakarta:Tingginya biaya impor telah mengerek harga bahan bakar minyak secara signifikan. Karena itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan meminta PT Pertamina (Persero) tak lagi menggunakan jasa perantara atau pedagang saat membeli bahan bakar dari luar negeri. "Perusahaan sebesar Pertamina seharusnya membeli minyak langsung dari sumbernya," kata dia seusai rapat koordinasi di kantor Menteri Koordinator Perekonomian Selasa 8 Mei 2012 kemarin.
Dahlan mengatakan importasi minyak dari negara produsen bisa menghemat keuangan Pertamina. Saat ini, kata dia, Kementerian BUMN dan Pertamina tengah membahas rencana mengurangi perantara-perantara impor bahan bakar minyak. Salah satu yang dilakukan yakni membuka kemungkinan kerja sama dengan perusahaan pengolah minyak luar negeri.
Selain itu, Pertamina diberi kesempatan untuk mengakuisisi ladang minyak yang terdapat di kawasan penghasil, misalnya Timur Tengah. "Ada sejumlah produsen minyak Timur Tengah yang akan diajak kerja sama," ujarnya.
Menanggapi pernyataan Dahlan, Vice President Corporate Communication Pertamina Mochammad Harun mengatakan upaya impor langsung dari negara penghasil minyak sudah pernah dicoba. Namun upaya ini mentok lantaran Pertamina kesulitan menembus pemerintah negara tersebut. "Hal ini lebih mudah dilakukan jika pemerintah Indonesia membuka jalan dengan mekanisme government to government," katanya.
Saat ini Pertamina bekerja sama dengan 55 perusahaan perantara (trader) dari dalam dan luar negeri. Para trader itulah yang selama ini menjadi fasilitator perdagangan dengan negara atau perusahaan produsen bahan bakar minyak.
Menurut Harun, Indonesia sebetulnya mampu untuk tidak bergantung pada impor bahan bakar minyak. Untuk itu, ada dua cara yang bisa dilakukan, yakni mengakuisisi kilang minyak luar negeri atau membangun kilang baru di dalam negeri. Akuisisi kilang negara lain sudah pernah dilakukan, antara lain di Angola, melalui kerja sama dengan perusahaan minyak Amerika Serikat, ExxonMobile. "Sudah deal, tapi sayang terhambat perizinan pemerintah setempat dan akhirnya kilang itu diambil perusahaan lokal," ujarnya.
Mengenai pembangunan kilang baru, Harun mengatakan, Pertamina sudah 15 tahun tidak melakukannya. Hal ini, menurut dia, masih terhambat negosiasi insentif dengan pemerintah. "Maklum saja, investasi pembangunan kilang cukup besar, tapi pendapatannya kecil," katanya.
Saat ini Pertamina memiliki enam kilang yang mampu mengolah minyak mentah hingga 1,031 juta barel per hari. Kilang-kilang tersebut yakni kilang Dumai, Riau, dengan kapasitas produksi 170 ribu barel per hari; kilang Plaju, Sumatera Selatan, dengan kapasitas 118 ribu barel per hari; kilang Cilacap, Jawa Tengah, dengan kapasitas 348 ribu barel per hari; kilang Balikpapan, Kalimantan Timur, berkapasitas 260 ribu barel per hari; kilang Balongan, Jawa Barat, dengan kapasitas produksi 125 ribu barel per hari; serta kilang Kasim, Papua Barat, yang berkapasitas 10 ribu barel per hari.
Dalam setahun, bahan bakar yang dihasilkan dari kilang-kilang itu mencapai 40,6 juta kiloliter. Sayangnya, hasil itu tak cukup untuk menutupi kebutuhan bahan bakar yang rata-rata mencapai 52,4 juta kiloliter. Selisih inilah yang menyebabkan Pertamina mengimpor bahan bakar dari luar negeri.
SUNDARI | FERY FIRMANSYAH
Berita Terkait
Terungkap, Penyebab Merpati MA 60 Jatuh di Papua
Saham Jatuh, Rupiah Melambung
Bos Femina Tuntut Citibank
Prudential Operasikan Perusahaan Pengelola Aset
Dahlan Kumpulkan Tagihan Listrik Kantor BUMN
Dahlan Minta Pertamina Tak Beli Minyak ke Pedagang
General Electric Gandeng Perusahaan Listrik Cina
Dividen Newmont Mampir ke Rekening Bumi Resources
Jam Dagang Bursa Tunggu Penyatuan Zona Waktu
Kementerian Komunikasi Bagi-Bagi 10 ribu Radio