TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah mewajibkan mobil dinas menggunakan bahan bakar minyak non subsidi mulai Mei mendatang dinilai tak efektif. Sebab, jika target penghematan tersebut hanya dilakukan terhadap 10.000 unit mobil, tak akan menghemat anggaran.
“Penghematannya di bawah 1 persen,” kata pengamat perminyakan dan pertambangan Pri Agung Rakhmanto ketika dihubungi Tempo, 19 April 2012.
Apalagi, dengan mewajibkan mobil dinas beralih ke BBM non subsidi, maka akan ada peningkatan anggaran transportasi bagi pegawai. “Anggaran pasti ditambah, sama saja tidak ada penghematan,” katanya.
Pengamat perminyakan Kurtubi sependapat. Menurutnya, dengan kebijakan itu pemerintah memang dapat mengurangi anggaran subsidi BBM. Namun demikian, pemerintah akan mengeluarkan anggaran lebih karena mobil dinas menggunakan BBM non subsidi.
“Itu seperti keluar dari kantong kiri, masuk ke kantong kanan,” ujar dia.
Menurut Kurtubi, jika ingin menghemat BBM subsidi, pemerintah lebih baik menunggu harga minyak mentah Indonesia (ICP) naik 15 persen. Jika syarat DPR itu bisa terpenuhi, maka pemerintah dapat menaikkan harga BBM seperti rencana sebelumnya.
“Ini lebih baik dari pada membatasi,” ucap dia.
Sebelumnya, pemerintah berencana mewajibkan mobil dinas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah menggunakan BBM non subsidi mulai Mei nanti. Untuk tahap awal, aturan ini akan berlaku untuk wilayah Jawa dan Bali.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Evita Legowo mengatakan, ada kurang lebih 10.000 unit mobil milik instansi pemerintah di seluruh Indonesia yang akan menjadi proyek percontohan penggunaan BBM non subsidi ini.
NUR ALFIYAH