TEMPO.CO, Beijing - Bank Sentral Cina mulai hari Senin akan melebarkan band perdagangan harian yuan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjadi 1 persen di kedua arah dari sebelumnya hanya 0,5 persen guna mendukung perekonomian serta menangkal pelambatan yang terlalu keras.
“Langkah ini ditempuh untuk memenuhi permintaan pasar, mempromosikan transparansi, juga meningkatkan fleksibilitas nilai tukar renminbi,” kata bank sentral Cina (BPoC), Sabtu kemarin.
Pengumuman ini muncul setelah Jumat lalu Produk Domestik Bruto (PDB) Cina melambat menjadi 8,1 persen dari triwulan sebelumnya 8,9 persen. Pertumbuhan Negeri Tirai Bambu kali ini merupakan yang paling rendah dalam 11 triwulan terakhir karena lemahnya ekspor dan lesunya aktivitas konstruksi yang merupakan dua sektor pendorong perekonomian.
“Melihat kondisi domestik, ekonomi, dan kondisi finansial global, bank sentral akan terus melaksanakan mandatnya untuk menjaga nilai tukar renminbi agar tetap stabil pada tingkat yang adaptif serta menjaga keseimbangan berdasarkan penawaran dan permintaan yang mengacu pada pergerakan mata uang utama dunia untuk menjaga stabilitas ekonomi dan pasar keuangan,” BPOC menuturkan.
Secara terpisah Direktur International Monetary Fund (IMF) Christine Lagarde menyambut baik langkah yang ditempuh bank sentral Cina. “Ini menggarisbawahi bahwa Cina berkomitmen menyeimbangkan ekonomi terhadap konsumsi domestik dan memungkinkan kekuatan pasar memainkan peran yang lebih besar dalam menentukan tingkat nilai tukar,” kata Lagarde dalam sebuah pernyataanya.
“Skala pelebaran jarak nilai tukar mata uang Cina lebih besar dari perkiraan sebelumnya sebesar 0,7 persen,” kata Ting Lu, ekonom Cina di Bank of America Merrill Lynch, dalam tulisan melalui surat elektroniknya.
Sesuai dengan peraturan, mata uang Cina tidak bisa melemah ataupun menguat terlalu lebar terhadap dolar AS. Namun BPoC mencoba membuka peluang secara bertahap meningkatkan volatilitas mata uangnya. “Namun pemerintah Cina tetap menghindari apresiasi ataupun depresiasi yang signifikan tahun ini karena kondisi global yang masih tidak menentu dan kebutuhan stabilitas selama pergantian kepemimpinan,” tutur dia.
“Keputusan Cina untuk memperlebar kisaran transaksi mata uangnya akan mendorong negara negara-negara Asia lainnya menyesuaikan kebijakan nilai tukar mata uangnya sehingga akan berdampak terhadap pergerakan dolar AS terhadap euro,“ ujar ahli strategi dari Societe Generale, Kit Juckes.
Ini merupakan langkah menuju liberalisasi. Cadangan devisa juga terus susut untuk menopang pelambatan ekonomi dan menguatnya mata uang. Negara sekelas Cina yang sangat bergantung pada ekspor sebagai pendukung perekonominan akan berusaha mata uangnya tetap lebih melemah supaya produk barangnya bisa lebih murah dari para pesaingnya.
MARKETWATCH | VIVA B. KUSNANDAR