TEMPO.CO, Jakarta - Tidak adanya sentimen positif dari faktor domestik membuat rupiah kembali melemah. Menguatnya bursa saham dan mata uang regional belum mampu mendorong apresiasi rupiah terapresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Di pasar uang hari ini rupiah ditutup melemah 9 poin (0,1 persen) ke level 9.182 per dolar AS. Dipertahankannya suku bunga acuan BI Rate di level 5,75 persen tidak banyak mempengaruhi pergerakan mata uang lokal.
Pengamat pasar uang dari PT Monex Investindo Futures, Apelles R.T Kawengian, menuturkan tidak adanya sinyal stimulus lanjutan di AS membuat dolar cenderung menguat terhadap mata uang utama dunia maupun regional dalam dua pekan terakhir. “Dalam beberapa hari sebelumnya rupiah sempat melemah, tapi selalu ditutup menguat. Namun kali ini justru kebalikannya, ditutup melemah,” ucapnya.
Terdepresiasinya rupiah tidak ada hubungannya dengan gempa yang terjadi di Aceh dan Sumatera kemarin, tapi karena kondisi pasar finansial yang agak kurang kondusif. Dampak kerusakan yang ditumbulkan juga tidak terlalu besar dan tidak seseram yang dibayangkan sebelumnya seperti kejadian tsunami tahun 2004 ataupun Jepang tahun lalu.
Menghangatnya kembali masalah utang Eropa setelah obligasi Spanyol tidak diminati oleh para investor membuat euro melemah hingga mendekati level US$ 1,30, sehingga dolar agak cenderung menguat terhadap mata uang kuat lainnya.
Beragamnya kondisi di Eropa, kata Apelles, di satu sisi ada kekhawatiran terhadap Spanyol dan pernyataan yang menenangkan pasar dari Dewan Eksekutif bank sentral Eropa membuat indeks dolar AS tetap berada di atas level 79,5. Sikap hati-hati para pelaku pasar terhadap data ekonomi AS yang berjalan tanpa stimulus moneter membuat rupiah agak sulit menguat.
VIVA B. KUSNANDAR