TEMPO.CO, Jakarta - Tekanan rupiah sedikit mereda setelah dolar Amerika Serikat (AS) mengalami aksi ambil untung di pasar internasional. Para pelaku pasar mencoba merealisasikan keuntungan yang diperoleh setelah dolar AS menguat cukup kencang dalam minggu ini sehingga euro dan mata uang utama lainnya berhasil menguat. Imbasnya, tekanan dolar AS terhadap rupiah dan mata uang Asia lainnya juga mengendur.
Di transaksi akhir pekan ini, nilai tukar rupiah berhasil ditutup menguat 47 poin (0,51 persen) ke level 9.133 per dolar AS. Jadi, dalam sepekan ini, rupiah berhasil menguat tipis 3 poin (0,04 persen) dibanding posisi pekan sebelumnya di 9.136 per dolar AS.
Pengamat pasar uang, Lindawati Susanto, mengatakan kekhawatiran terhadap dampak kenaikan harga bahan bakar minyak dan membaiknya data ekonomi AS sempat menekan rupiah hingga di atas level 9.200 per dolar AS. Namun, di pengujung pekan ini, rupiah berhasil menguat kembali mendekati level 9.100 per dolar AS.
Berita ditundanya rencana kenaikan tarif daya listrik (TDL) sedikit memberikan sentimen positif bagi apresiasi rupiah seiring melemahnya dolar AS terhadap mata uang rival utamanya di akhir pekan ini. Inflasi diperkirakan akan mencapai 6,7 persen bila hanya TDL tidak jadi dinaikkan.
Sebelumnya, inflasi diperkirakan akan mencapai 7 persen dampak dari kenaikan BBM dan TDL yang sangat membebani rupiah. Dengan ditundanya kenaikan TDL, agak menguntungkan rupiah sehingga rupiah bisa menjauh dari 9.200 per dolar AS.
Imbal hasil dari Surat Berharga Syariah atau Sukuk Negara (PBS004) sebesar 6,866 persen pada hari Selasa lalu mengindikasikan bahwa inflasi diperkirakan hanya 6,7 persen. “Bila imbal hasil (yield) yang diberikan lebih kecil dari inflasi, pasti investor tidak akan mau,” ucapnya.
Dolar Singapura sore ini menguat 0,03 persen, won Korea Selatan naik 0,18 persen, dan ringgit Malaysia terapresiasi 0,01 persen. Sedangkan baht Thailand dan peso Filipina melemah masing-masing 0,08 persen dan 0,37 persen.
VIVA B. KUSNANDAR