TEMPO.CO, Jakarta - Tren dolar Amerika Serikat (AS) yang cenderung menguat terhadap mata uang utama dunia membuat rupiah masih berada dalam tekanan. Dengan begitu naiknya harga saham dan indeks harga saham gabungan berada di level 4.050 tidak banyak membantu penguatan mata uang lokal.
Pengamat pasar uang dari PT Harvest International Futures, Tonny Mariano, menjelaskan perekonomian AS yang terus membaik mengindikasikan pemulihan membuat dolar semakin superior terhadap mata uang utama dunia. Imbasnya, dolar AS juga menguat terhadap mata uang Asia, termasuk rupiah.
Di pasar uang hari ini, Kamis, 15 Maret 2012, nilai tukar rupiah ditutup kembali melemah 6 poin (0,08 persen) ke level 9.180 per dolar AS.
Apresiasi dolar akhir-akhir ini memang cukup beralasan. Data ekonomi AS terus menunjukkan perbaikan, terutama tumbuhnya data tenaga kerja dan menurunkan angka pengangguran. Jika data ekonomi suatu negara dalam tiga bulan pertama terus membaik, itu menunjukkan bahwa perekonomian dalam triwulan tersebut tumbuh. “Ini yang membuat dolar mampu menunjukkan keperkasaannya terhadap mata uang rival utamanya,” kata Tonny.
Selain itu perekonomian kawasan Eropa yang belum ada titik terang serta ancaman pelambatan ekonomi Cina dan negara kawasan Asia lainnya juga turut mendukung dolar menguat. Masih adanya ketidakpastian di pasar finansial membuat para pelaku pasar lebih memilih pegang uang tunai dalam bentuk dolar AS.
Masih menurut Tonny, peningkatan imbal hasil obligasi pemerintah AS (Treasury) juga membuat para investor lebih memilih berinvestasi dalam mata uang dolar. Sebab imbal hasil Treasury saat ini lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi dalam mata uang yen. Meski imbal hasil obligasi kawasan Eropa lebih tinggi, risikonya saat ini juga besar, sehingga investor lebih memilih berinvestasi dalam dolar.
VIVA B. KUSNANDAR