TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Perdagangan Dewan Perwakilan Rakyat, Chaeruman Harahap, merekomendasikan agar PT Djakarta Lloyd, badan usaha milik negara di bidang usaha pelayaran, ditutup saja.
"Ini sangat membenahi keuangan negara, percuma (diselamatkan) membuang uang, dipailitkan saja kemudian dibubarkan saja," ujarnya dalam rapat dengar pendapat bersama Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Selasa, 14 Februari 2012.
Menurut politikus Partai Golkar ini, keberadaan perusahaan pelayaran seperti Djakarta Llyod sebenarnya sangat dibutuhkan negara, apalagi ditunjang dengan potensi luasnya wilayah maritim Indonesia. Namun besarnya utang serta persoalan lain menyebabkan perseroan tidak berkembang.
"Kalau seperti ini jelas membebani," ujarnya. Ia memprediksi pemerintah bakal sulit untuk memenuhi permintaan perseroan, termasuk untuk membayar seluruh kewajibannya (utang dan pembayaran hak pegawai).
Ada hal yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan perseroan, yakni dibuatkan perusahaan baru di bidang pelayaran nasional. "Karena memang negara kita butuh perusahaan pelayaran nasional melihat luasnya wilayah kelautan," katanya.
Ia menyayangkan penjelasan direksi perseroan yang tidak bisa menunjukkan hasil audit keuangan yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Kan tidak mungkin kalau auditnya tidak selesai-selesai," ujarnya.
Akibat mandeknya kinerja perseroan, saat ini ada lima kapal tipe Palwo Buwono (PB) dan satu kapal tipe Caraka yang rusak dan perlu biaya perbaikan. Sedangkan tiga kapal tipe Caraka lainnya disita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan menunggu proses lelang.
Selain itu, gara-gara utang, lima kapal tipe Caraka lainnya sudah dilelang di Singapura dan sebagian diambil alih PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero). Perseroan membutuhkan dana sebesar Rp 481 miliar untuk restrukturisasi dan revitalisasi perusahaan.
Sedangkan total utang perusahaan tercatat sebesar Rp 3,6 triliun, yang terdiri dari utang SLA (Subsidiary Loan Agreement) sebesar Rp 2,4 triliun dari pemerintah dan utang kepada lebih dari 200 kreditor dan rekanan dari dalam ataupun luar negeri. Perusahaan ini berencana mengusulkan utang dalam bentuk SLA dikonversi menjadi penyertaan modal negara.
JAYADI SUPRIADIN