TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan bakal menerapkan sanksi tegas bagi eksportir yang melakukan pelanggaran atas impor barang untuk diolah, dirakit dengan tujuan ekspor. "Sanksinya bisa 100 - 500 persen denda," ujar Direktur Peraturan Dan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai, Kushari Suprianto, saat sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253 Tahun 2011, Jumat, 27 Januari 2012.
Aturan tersebut mengatur pengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain untuk tujuan ekspor. Adapun sanksi akan diberlakukan bagi eksportir nakal yang tidak mematuhi aturan proses ekspor sesuai dengan perjanjian. Aturan ini mulai berlaku 1 April mendatang.
Dalam aturan itu, sanksi yang diberikan disesuaikan dengan pelanggaran. Bila eksportir yang melanggar dengan mengurangi nilai barang yang diekspor, maka sanksi yang diberikan besarnya dihitung dari barang yang tidak diekspor.
"Contohnya ia harus ekspor 100 persen namun hanya ekspor 90 persen, sedangkan 10 persennya dijual di dalam negeri. Nah yang 10 persennya itu yang kena sanksi," kata dia.
Lembaganya tak segan memberikan sanksi tegas berupa denda hingga 500 persen, bagi eksportir yang melakukan kesalahan secara berulang. "Masa sama antara yang melakukan kesalahan satu kali dengan yang berulang," ujarnya.
Selain mengawasi dengan cara memonitor dan mengevaluasi kinerja eksportir, Bea Cukai juga akan mempercepat dikeluarkannya izin ekspor bagi pengusaha yang mendapat fasilitas Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE) hingga menjadi 2-3 hari. “Bisa saja seminggu, 2-3 hari sudah terbit, namun maksimal 45 hari,” katanya.
Beleid tersebut memang diterbitkan untuk memberikan perlindungan kepada para eksportir Indonesia dari praktek nakal tiap eksportir. Sehingga mampu mendorong pertumbuhan eksportir Indonesia.
JAYADI SUPRIADIN