TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mendesak industri asuransi jiwa agar memiliki acuan terkini dalam penentuan tarif premi. "Tarif premi yang dibuat berguna untuk melindungi masyarakat dari kerugian atau perlakuan tidak adil," ujar Ketua Umum AAJI Hendrisman Rahim, Rabu, 25 Januari 2012.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat membuat industri asuransi jiwa semakin mendapatkan tempat dalam perekonomian. Namun, hingga kini, penetrasi di sektor asuransi masih kurang.
Perubahan yang signifikan dari kependudukan, seperti urbanisasi, kesehatan, dan kematian, mendorong dilakukannya penyempurnaan oleh pemangku jabatan di sektor asuransi, salah satunya terhadap tabel mortalitas yang ada.
Hingga saat ini baru dua tabel mortalitas yang digunakan sebagai acuan oleh kalangan industri asuransi. Atas dasar itulah, AAJI menggandeng Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) dan Swiss Re memperbarui tabel mortalitas Indonesia (TMI) 2011.
"Tabel terbaru ini memberikan dampak nyata terhadap penentuan premi secara kompetitif," ujar dia. Tabel ini penyempurnaan dari TMI II yang telah bertahan selama 13 tahun terakhir.
Sementara itu, Ketua PAI Budi Tampubolon menyatakan, dalam tabel mortalitas terbaru ini, terjadi penurunan tingkat mortalitas yang signifikan untuk usia produktif sehingga mampu memberikan manfaat bagi industri asuransi jiwa.
"Hal ini merupakan kontribusi dari semua perusahaan asuransi jiwa," ujar dia. Budi menyatakan rata-rata pertumbuhan industri asuransi jiwa di Indonesia mencapai 25 persen setiap tahun, sehingga diperlukan tabel yang cukup kompetitif untuk melihat tingkat mortalitas.
Dengan jumlah eksposur data yang besar sebagai hasil kontribusi data dari perusahaan asuransi jiwa, maka TMI 2011 memberikan gambaran tingkat mortalitas asuransi yang lebih akurat. "Tabel ini mempresentasikan seluruh perusahaan asuransi Indonesia saat ini," ujarnya.
JAYADI SUPRIADIN