TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Keuangan, Dewan Perwakilan rakyat memperdebatkan keputusan Bank Indonesia tetap mengizinkan tenaga penagih utang (Debt Collector) dialihdayakan kepada pihak ketiga. "Ini masalah tafsir. BI menafsirkan debt collector sebagai tenaga penunjang karenanya boleh dialihdaya, sementara Komisi XI sebagian berpendapat seharusnya itu masuk tenaga utama sehingga tidak boleh dialihdaya," ujar Harry usai Rapat Dengar Pendapat tentang Peraturan Bank Indonesia (PBI) Alihdaya, Senin, 16 Januari 2012.
Dalam PBI Alihdaya yang diterbitkan Desember lalu, penagihan terkait kredit bermasalah bisa dialihdayakan. Namun, syaratnya, pihak ketiga yang ditunjuk harus dipilih secara ketat. Misalnya, harus berbadan hukum Indonesia, memiliki izin usaha, memiliki kinerja keuangan baik, dan memiliki sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang mumpuni.
Harry melihat adanya kemungkinan BI dipengaruhi pihak lain dalam pembuatan PBI tersebut. "Kami mempertanyakan, apakah dapat tekanan dari Asosiasi debt collector atau dari perbankan, perbankan kan tidak mau repot, kasih saja ke pihak lain, jual saja utangnya," ujar dia. Meski begitu, Harry mengungkapkan, Komisi XI belum memutuskan apakah akan menolak atau menerima aturan tersebut.
Selain terkait jasa penagih utang, komisi XI juga meminta kejelasan terkait kredit macet. DPR menginginkan adanya batas maksimum penghentian beban bunga untuk tagihan kartu kredit yang macet. "Ada orang utang pokoknya Rp 13 juta, beberapa tahun kemudian menjadi ratusan juta," ujar dia. Ia menjelaskan, Deputi Gubernur BI Ronald Waas sempat menerangkan bahwa BI mengatur soal batas maksimum tersebut, namun rinciannya belum dijelaskan. "Nanti akan ada sesi round table membahas hal ini lebih teliti," ucap Harry.
Nantinya, kata Harry, DPR memiliki wewenang untuk menolak atau menerima PBI tersebut. Sebaliknya, BI juga memiliki hak untuk mendengar atau tidak mendengar sikap Komisi XI. "Tapi jika memutuskan tak mendengar, hubungan kerja bisa rusak," ujarnya. Harry menekankan, PBI bisa diubah.
Ditemui usai rapat, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Muliaman D. Hadad mengungkapkan, sesuai Undang-Undang ketenagakerjaan, tenaga debt collector bisa dialihdaya lantaran termasuk tenaga penunjang. "Debt collector bukan tenaga pokok, jadi tidak bisa jadi core business," ucapnya.
MARTHA THERTINA