TEMPO.CO, Jakarta - Masih tingginya ketidakpastian di zona Eropa, yang menimbulkan tekanan terhadap mata uang euro, membuat dolar Amerika Serikat menjadi safe haven bagi para pelaku pasar. Walhasil, dolar AS kembali menunjukkan keperkasaannya terhadap mata uang utama dunia. Indeks dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, Jumat lalu, kembali berada di level 81,25, atau naik 0,3 poin (0,37 persen) dari posisi sehari sebelumnya.
Nilai tukar rupiah masih bergerak lebar sejak awal tahun lalu. Rupiah melemah di sesi pagi dan menguat menjelang pasar tutup. Akhir pekan kemarin, nilai tukar rupiah sempat menyentuh di atas 9.200, tapi berhasil ditutup pada level 9.098, yang berarti melemah 29 poin (0,32 persen) dari posisi akhir tahun lalu, Rp 9.069 per dolar AS.
Tidak adanya langkah konkret penyelesaian krisis utang Eropa dan Yunani, yang semakin mendekati kebangkrutan, membuat mata uang tunggal Uni Eropa semakin terpuruk. “Keraguan para investor terhadap proses perbaikan kondisi Eropa membuat euro terpuruk hingga ke level US$ 1,2717,” ujar Tonny Mariano, pengamat pasar uang PT Harvest International Futures.
Berdasarkan faktor domestik, rendahnya nilai inflasi pada 2011 yang hanya mencapai 3,79 persen, kembali membuka ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuannya, BI Rate, yang saat ini berada di level 6 persen, meskipun ada kemungkinan BI Rate masih akan dipertahankan dalam Rapat Dewan Gubernur BI pada Kamis mendatang
Antisipasi para pelaku pasar terhadap penurunan suku bunga akan menjadi ganjalan bagi apresiasi rupiah. Mereka berpikir, dengan penurunan suku bunga, imbal hasil investasinya dalam mata uang rupiah akan semakin turun membuat mata uang lokal kurang menarik. “Ini yang membuat rupiah masih akan ditransaksikan cukup lebar di kisaran Rp 9.000-9.200 per dolar AS,” Tonny memaparkan.
PDAT | VIVA B. KUSNANDAR