TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri dan pemerintah Malaysia membangun lima pelabuhan darat di Kalimantan. Deputi BNPP Agung Mulyana mengatakan, pembangunan pelabuhan darat ini untuk mencegah masuknya barang-barang impor ilegal.
"Ada lima pintu yang dibangun, dua yang sudah beroperasi," kata Agung, Jumat, 23 Desember 2011.
Lima pintu tersebut dibangun di Aruk di Kabupaten Sambas, Jagoi Babang di Kabupaten Bengkayang, Entikong di Kabupaten Sanggau, Jasa di Kabupaten Sintang, dan Nanga Badau di Kab Kapuas Hulu.
Adapun 10 negara tercatat berbatasan langsung dengan Indonesia, termasuk India dan India berbatasan langsung dengan Aceh, tepatnya di Pulau Rondo.
Selama ini pemerintah belum memiliki pelabuhan darat di daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan luar negeri, seperti Malaysia, India, dan Singapura. BNPP menawarkan agar membuat pelabuhan di pintu-pintu resmi.
Sehingga, barang-barang yang masuk dalam negeri tidak didominasi oleh barang ilegal. "Barang yang masuk secara ilegal ini tidak bayar pajak atau tidak melalui bea cukai," ujarnya.
Sayangnya dia tidak mengetahui secara detail besaran kerugian negara akibat barang impor ilegal tersebut. “Yang pasti besar kerugiannya karena tidak bayar pajak.”
Jika pintu atau pelabuhan darat ini tidak dibangun, situasinya akan semakin rawan. Tidak hanya karena barang impor ilegal yang tak terkontrol, tapi juga karena barang produksi dari dalam negeri juga rawan diselundupkan ke luar negeri. Misalnya, Kalimantan Barat termasuk rawan karena bauksit dibawa keluar dan gula rafinasi yang dibawa masuk ke dalam negeri.
Selain pembangunan lima pelabuhan darat, dia menambahkan, pentingnya peran dan kontrol bea dan cukai harus maksimal. Sehingga, barang illegal dapat diawasi dan mampu mendeteksi masuknya barang tanpa melalui prosedur.
"Ada 10 negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia termasuk India. India berbatasan langsung dengan Aceh, tepatnya di Pulau Rondo," ucapnya.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo Bambang Sulisto mengatakan, selama ini berbagai hambatan menyulitkan investasi masuk ke daerah perbatasan. Hambatan itu berupa aksesibilitas, dukungan layanan jasa di daerah perbatasan yang masih terbatas, minimnya infrastruktur, dan pelayanan birokrasi yang belum optimal.
Selain itu, Kadin juga berharap agar pemerintah daerah mempermudah proses perizinan bagi investor yang mau menanamkan modalnya. "Jika selama ini prosedurnya bisa memakan waktu berbulan-bulan, kami harapkan bisa menjadi lebih cepat lagi," kata Suryo.
SAHRUL