TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan Pengkajian Ekonomi Indonesia, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Ina Primiana, menyatakan kontribusi sektor industri terhadap produk domestik bruto tahun ini masih minim, hanya 24,38 persen. Padahal, untuk menjadi negara industri, suatu negara minimal memiliki 40 persen kontribusi sektor industri terhadap PDB.
Pertumbuhan industri pengolahan pun turun dari tahun ke tahun. Meski sempat naik pada 2007 saat industri pengolahan tumbuh 4,7 persen dibanding tahun sebelumnya 4,6 persen, di tahun 2008 dan 2009 pertumbuhan industri turun menjadi 3,7 persen dan 2,2 persen. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya pabrik tutup selama 2006-2008.
Adapun tahun lalu, pertumbuhan industri pengolahan mencapai 4,5 persen. “Memang naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun tetap lebih rendah dari tahun 2006,” kata Ina, Kamis, 22 Desember 2011.
Merosotnya pertumbuhan industri ini juga, menurut Ketua Komite Tetap Penggunaan Produksi Dalam Negeri Kadin Indonesia Handito Joewono, karena banyak pengusaha baru yang lebih memilih menjadi pedagang daripada menjadi produsen. “Karena lebih gampang berdagang daripada memproduksi sendiri,” katanya
Peralihan dari kalangan industri menjadi pedagang disebabkan proses produksi yang menghabiskan sumber daya jauh lebih besar dibanding berdagang. Pengusaha baru yang belum memiliki pasar seharusnya dibantu pemerintah.
Sayangnya, di tengah sulitnya industri bangkit, produk impor semakin membanjiri pasar domestik. Anggota Asosiasi Persepatuan Indonesia, Dadan Soedono, menyatakan produk sepatu impor dari Cina yang membanjiri Indonesia membuat pengusaha sepatu Indonesia kesulitan. Sepatu-sepatu Cina itu dijual dengan harga yang sangat murah dibanding sepatu produk Indonesia.
“Sementara kami tidak mungkin membuat sepatu dengan harga semurah itu,” kata Dadan. Tahun lalu tercatat omzet penjualan sepatu mencapai Rp 27 triliun. Adapun Cina mengambil porsi 60 persen dari omzet tersebut.
Oleh karena itu, Natsir Mansyur, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Kadin Indonesia, mendesak pemerintah memperketat aturan soal impor barang. Caranya dengan pengenaan tarif lebih pada minuman impor yang menggunakan gula karena gula masih termasuk dalam sensitive list, belum bebas bea masuk.
Beberapa kebijakan yang sudah dirilis pemerintah ternyata belum efektif pelaksanaannya di lapangan. Kebijakan yang dimaksud di antaranya Paket Insentif Oktober 2005, Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2007, dan Inpres No. 3 Tahun 2006. “Yang perlu dilakukan adalah pemetaan hulu-hilir industri kita,” kata Ina.
GADI MAKITAN