TEMPO Interaktif, Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo mengisyaratkan Kementerian Energi menyetujui usulan pemberian bahan bakar minyak bersubsidi untuk kereta api angkutan barang.
"Kemungkinan subsidi, tetapi dijatah, baik untuk kereta api, truk, dan kendaraan umum," kata Widjajono kepada Tempo melalui pesan singkat, Jumat, 4 November 2011.
Widjajono belum menyebut kapan rencana persetujuan penggunaan bahan bakar bersubsidi bagi kereta api barang itu dapat direalisasikan. "Sedang dibahas," katanya.
Adapun PT Kereta Api Indonesia maupun Kementerian Perhubungan telah mengusulkan agar kereta api barang menggunakan bahan bakar bersubsidi.
Menteri Perhubungan Everest Ernes Mangindaan pada Rabu lalu mengatakan, penggunaan bahan bakar bersubsidi oleh kereta api barang akan mengurangi biaya operasional perusahaan, termasuk para pengusaha pengguna jasa. Biaya operasional pengangkutan barang pun akan berkurang.
"Saya akan berkonsultasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral," kata Mangindaan ketika meninjau pembangunan jalur kereta ganda rute Stasiun Tanah Abang-Maja.
Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) PT Kereta Api juga terus mendesak Kementerian Energi. Mereka kembali mendatangi kantor Kementerian Energi pada Kamis kemarin, 3 November 2011.
Serikat bahkan berencana menggelar aksi mogok pada 6 Desember 2011 jika tuntutan agar kereta angkutan barang menggunakan bahan bakar minyak bersubsidi tidak dipenuhi.
Tuntutan itu disampaikan langsung serikat pekerja kepada Widjajono.
"Negosiasi masih kami lakukan. Kalau tuntutan ini tidak dipenuhi, mogok kerja akan kami lakukan," kata Ketua Serikat Pekerja Sri Nugroho di kantor Kementerian Energi.
Nugoroho mengatakan, bahan bakar yang dikenakan kepada kereta barang selama ini adalah bahan bakar industri. "Harganya dua kali lipat dari solar yang disubsidi," katanya.
Dia mengatakan penggunaan bahan bakar minyak industri menambah beban perusahaan sebesar Rp 360 miliar setahun. Bahkan, perusahaan dibebani Pajak Pertambahan Nilai sekitar Rp 100 miliar per tahun.
Imbas lain, kata dia, biaya operasi pengusaha tinggi karena tarif kereta barang lebih besar dari truk angkutan.
RUSMAN PARAQBUEQ