TEMPO Interaktif, Jakarta - Perbankan nasional mengincar nasabah kaya untuk menikmati layanan produk premium (wealth management). Ketua Certified Wealth Managers'Association (CWMA), Darmadi Sutanto, mengatakan jumlah orang kaya di Indonesia yang semakin banyak merupakan ceruk pasar besar bagi bank.
Menurutnya, potensi nasabah layanan premium saat ini mencapai 1,1 juta orang. Naik dua kali lipat dibandingkan empat tahun lalu yang baru mencapai 600-an ribu orang. Dalam tiga tahun terakhir, kata dia, dunia bisnis berkembang pesat sehingga menciptakan orang-orang dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
"Mereka adalah orang yang membelanjakan uangnya mencapai US$ 10-20 per hari," kata Darmadi di sela-sela konferensi internasional Wealth Management & Private Banking ke-4 di Jakarta, Selasa, 18 Oktober 2011.
Darmadi, yang juga Direktur Consumer dan Retail Banking PT Bank Negara Indonesia, mengatakan produk premium terus berkembang. Saat ini, nasabah prioritas BNI mencapai 10 ribu orang. Jumlah dana yang terkelola mencapai Rp 30 triliun, naik dibanding tahun lalu yang berkisar Rp 27 triliun.
Menurut Darmadi, masih banyak orang kaya di Indonesia yang belum mendapatkan layanan premium. "Mungkin mereka yang baru deposito belum sampai ke investasi. Atau mereka yang menyimpan dananya di bank asing," kata dia.
Maka perbankan harus bisa memberi layanan yang diinginkan orang-orang tersebut. "Kalau kami bisa berikan layanan itu, uang bisa sirkulasi ke bank lokal," ujarnya.
Salah satu seminar yang akan diadakan oleh CWMA antara lain penjelasan-penjelasan tentang wealth management kepada para eksekutif di perbankan. "Sebab, mungkin selama ini wealth management belum dapat perhatian penuh karena kontribusinya belum besar," kata Darmadi.
Beberapa tahun terakhir, ada integrasi antara industri perbankan dan industri keuangan lain, seperti pasar modal, asuransi, dan dana pensiun. Hal ini memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perkembangan wealth management di Indonesia, di samping kondisi makro ekonomi Indonesia saat ini.
Namun perkembangan tersebut tidak diiringi penjelasan tentang "profil risiko" yang benar kepada nasabah wealth management. Padahal pemahaman risiko di balik imbal hasil (return) yang diperoleh nasabah adalah hal yang penting.
EKA UTAMI APRILIA