TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Thamrin Sihite, menyatakan masih banyak perusahaan tambang yang enggan merenegosiasi kontraknya, termasuk perusahaan berskala besar, seperti PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.
"Mereka jelas belum," kata Thamrin saat dijumpai di gedung DPR, Selasa, 27 September 2011. Saat ini baru sekitar 65 persen dari 118 kontrak tambang yang sepakat untuk dinegosiasikan kembali. Namun kesepakatan tersebut pun baru sebatas prinsip, belum diperinci secara lebih teknis dan tertulis.
Pemerintah terus melakukan renegosiasi sesuai dengan amanat Undang-Undang Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009. Terdapat beberapa hal yang menjadi fokus utama pemerintah dalam renegosiasi kontrak, seperti luas wilayah, royalti, divestasi, pemanfaatan jasa nasional, dan jangka waktu.
Hal paling berat adalah merayu kontraktor soal renegosiasi royalti. Pemerintah meminta kontraktor menyetor royalti minimal sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak, yaitu royalti emas ditetapkan 3,75 persen dari harga jual dikalikan tonase.
"Harus sesuai dengan undang-undang dan dimaksimalkan untuk kepentingan nasional inti dari renegosiasi," tegasnya. Thamrin juga tidak memungkiri kemungkinan akan dibahasnya soal divestasi untuk perusahaan tambang besar seperti Freeport. "Saat ini kan belum ada divestasi, jadi bisa saja."
Juru bicara PT Freeport Indonesia, Ramdani Sirait, berkeras bahwa tak ada yang salah dalam kontrak yang dijalin Freeport bersama pemerintah Indonesia selama ini. "Kami yakin bahwa kontrak kami cukup adil bagi setiap pihak," ujarnya lewat pesan singkat kepada Tempo.
Freeport berkukuh tetap menghormati dan mematuhi ketentuan sesuai dengan kontrak sejak 1991. Selama ini Freeport meyakini bahwa perusahaannya telah memberi kontribusi cukup besar kepada Indonesia. "Kontribusi kami kepada pemerintah lebih dari US$ 12 miliar," ujarnya.
Kontribusi tersebut, kata Ramdani, cukup besar ketimbang negara penghasil utama bahan tambang lain di dunia. Soal kemungkinan akan dibahasnya rencana divestasi, Freeport enggan menanggapinya. "Kami belum mau berkomentar dulu soal itu," ujarnya.
GUSTIDHA BUDIARTIE