TEMPO Interaktif, Jakarta - Sejumlah anggota komisi keuangan Dewan Perwakilan Rakyat kecewa jawaban pemerintah soal krisis manajemen protokol untuk mengantisipasi krisis ekonomi, seperti yang diprediksi kalangan ekonom bakal terjadi di 2013. Anggota DPR dari Fraksi Golkar, Nusron Wahid, menilai protokol ini perlu dipresentasikan.
“Kementerian Keuangan seperti apa, Bank Indonesia kayak apa. Kalau tidak dilaporkan ke Dewan, ada hak DPR untuk marah-marah,” kata Nusron, saat rapat membahas asumsi makro ekonomi RAPBN 2012 di Gedung Dewan, Rabu 14 September 2011.
Pertanyaan Nusron sudah disampaikan pada saat rapat pertama Selasa lalu. Namun jawaban pemerintah dan Bank Indonesia yang disampaikan hari ini dinilai tidak detail.
Dalam naskah jawaban pemerintah, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan panduan dalam protokol tersebut memuat antara lain indikator peringatan dini berdasarkan kondisi pasar terkini, sebelum terjadinya krisis keuangan dan mekanisme penanganannya. “Serta prosedur standar bagi pengelola utang negara dalam menghadapi krisis pasar Surat Berharga Negara,” katanya.
Adapun Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi Sarwono juga memberi jawaban singkat. “BI sudah menyiapkan protokol manajemen krisi untuk nilai tukar,” katanya.
Protokol versi Bank Indonesia, lanjut Hartadi, akan disinkronkan dengan protokol milik pemerintah. “Selanjutnya protokol manajemen krisis nilai tukar dan protokol manajemen krisis surat berharga negara tersebut perlu dilengkapi atau dipayungi oleh UU JPSK.”
Anggota DPR lainnya, Harry Azhar Azis menilai protokol ini harus dijelaskan dengan rinci. Wakil Ketua Komisi Keuangan ini menilai pemerintah harus transparan dan siap menghadapi krisis utang yang melanda Eropa dan Amerika.
Ia tak yakin protokol manajemen pemerintah ampuh dalam menghadang krisis ekonomi yang bakal serupa dengan kondisi di 2008. Politikus Golkar ini menilai protokol itu hanya akal-akalan pemerintah memberikan bail-out kepada Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun.
AKBAR TRI KURNIAWAN