TEMPO Interaktif, Brega - Usai diguncang gelombang pemberotakan, Libya akan memulai lagi produksi minyaknya. Menurut Menteri Keuangan Ali Tarhouni, Sabtu, 10 September 2011 lalu, produksi akan dilanjutkan dalam 3 sampai 4 hari ke depan.
"Pada hari Selasa atau Rabu besok kita akan mulai di lapangan minyak Sarir dan Mesla,” ujarnya dalam kunjungan ke terminal ekspor negara itu Brega. Tarhouni yang sekarang menjadi pemimpin sementara urusan minyak itu menyatakan, Libya juga akan menghasilkan gas dan minyak dari lapangan Sharara dan Wafa.
Negara anggota OPEC ini ditetapkan untuk mencapai target penuh dalam setahun. Sayang produksi minyak di benua Afrika bagian utara itu berhenti karena perang antara pemberontak dan pasukan setia Muammar Qhaddafi. Perang telah mencapai terminal pantai sehingga menyebabkan kerusakan pada fasilitas minyak dan mengusir pekerja asing.
Sebelum perang, produksi Libya mencapai 1,6 juta barel per hari. Menurut operator Perusahaan Minyak Arabian Gulf of Oil Company, blok minyak di daerah timur seperti Sarir dan Mesla telah dikuasai oleh pemerintah interim selama beberapa bulan ini dan staf mereka sudah mulai kembali di lokasi.
Sementara itu, pemerintah semi otonom Kurdistan di Irak Utara hari ini malah menghentikan ekspor minyaknya. Menurut Menteri Perminyakan Irak Abdul Kareem al-Luaibi, "Saya terkejut produksi telah turun. Kemarin 37 ribu barel per hari dan hari ini tidak ada," ujarnya di Amman, Yordania. Sebelumnya Pemerintah Daerah Kurdistan telah mengekspor antara 100 ribu–150 ribu barel per hari.
Menurut pejabat di perusahaan North Oil Co, mandeg-nya produksi itu karena kebijakan pemerintah. Tapi ada juga yang menduga ada perselisihan antara pemerintah daerah di Kurdi dengan pemerintah pusat di Baghdad. Qasim Muhammad Qasim, anggota parlemen Irak, mengatakan parlemen telah kembali menyusun rancangan undang-undang energi karena yang ada tidak lengkap dan banyak "kekurangan."
Al-Luaibi membantah penghentian ekspor Kurdi karena perbedaan tafsir atas hukum energi baru lahir di Irak. "Ini tidak terkait dengan hukum atau apa pun," katanya.
Irak adalah produsen minyak ketiga terbesar di OPEC setelah Arab Saudi dan Iran. Irak sedang berjuang meningkatkan ekspor minyak untuk membangun kembali ekonomi lumpuh. Ekspor minyak mereka mencapai 2,19 juta barel minyak mentah per hari Agustus lalu.
REUTERS |BLOOMBERG VIA GOOGLE NEWS | NUR ROCHMI