TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonogoro mengatakan pemerintah belum menentukan instrumen kebijakan yang akan digunakan untuk mengatur pembatasan utang korporasi berdenominasi valuta asing maupun utang dengan bunga mengambang.
"Pemerintah baru menganjurkan, masih dikaji instrumennya. Masih dipikirkan bersama Bank Indonesia," ujar Bambang seusai mengikuti rapat kerja bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (8/9).
Menurutnya, rencana pengaturan pinjaman mata uang asing atau bunga mengambang penting dilakukan agar perekonomian Indonesia tidak menghadapi risiko bubble kredit.
Ia meminta agar perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara ketika melakukan ekspansi dengan dana asing bisa ditekan terlebuh dahulu. Kalaupun harus pinjam dengan sumber dananya dari luar negeri harus diperhitungkan ada tidaknya risiko mata uang.
Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat Andi Rahmat menilai Bank Indonesia sudah mulai khawatir dengan postur pinjaman valas dan kredit bunga mengambang perusahaan yang tinggi. "Ini juga tidak bisa diatur secara langsung, karena bisa juga menghambat investasi," katanya.
Menurutnya, yang mungkin bisa dilakukan adalah pengaturan model pinjamannya. Pengaturan memalui pasar uang bisa dilakukan dengan pola pinjaman beberapa priode.
Kalau pengusaha melakukan pinjaman melalui perbangkan asing yang perlu didilakukan adalah dengan pengaturan langsung dirupiahkan. "Jangan aturannya terlalu ketat. Karena secara ekonomi tidak bagus," kata dia.
ALWAN RIDHA RAMDANI