TEMPO Interaktif, Jakarta - Konsumsi baja dalam negeri diprediksi melonjak usai Lebaran hingga akhir tahun. Lonjakan konsumsi bakal diikuti kenaikan harga hingga 24 persen. "Totalnya naik 5 persen dibandingkan semester pertama lalu," kata Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel Tbk, Irvan Kamal Hakim, di Jakarta, Kamis, 11 Agustus 2011.
Lonjakan konsumsi disebabkan sejumlah faktor. Pertama faktor psikologis masyarakat yang biasa menunda atau mengurangi proyek, termasuk konsumsi baja, saat 1-2 bulan mendekati Lebaran. Lantas 1-2 bulan usai Lebaran biasanya mereka akan mengejar penyelesaian proyek yang tertunda.
"Berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, konsumsi baja usai Lebaran selalu naik. Sebulan usai Lebaran konsumsi naik sampai 20 persen," katanya. Faktor lain, katanya, pembangunan proyek infrastruktur bakal lebih progresif pada semester kedua ketimbang semester pertama.
Kenaikan harga meliputi seluruh jenis produk baja. Seperti baja untuk pipa pancang naik 24 persen dari Rp 10 ribu pada Juni lalu menjadi Rp 12.400 per kilogram pada Desember nanti. Baja pipa air dari Rp 10.200 menjadi Rp 12.600, dan seng dari Rp 29.500 menjadi Rp 35.000.
Kenaikan harga bahan baku ikut mendorong lonjakan harga produk baja. Harga iron ore pada Juni lalu naik menjadi US$ 182 per ton. Begitu juga dengan scrap dan semi-finish atau slap yang masing-masing naik 21 dan 20 persen menjadi US$ 4.900 per ton untuk scrap dan US$ 709 per ton untuk slap.
Direktur Utama PT Krakatau Steel Fazwar Bujang mengatakan kenaikan harga produk baja tersebut tampaknya tidak bisa dihindari. "Harga bahan baku naik. Tidak ada pilihan bagi produsen baja untuk tidak menaikkan harga baja karena biaya produksi tinggi," katanya.
Kini tengah terjadi lonjakan permintaan, khususnya pipa baja, baik di dalam negeri maupun di kawasan. "Banyak proyek dalam negeri yang membutuhkan pipa baja. Begitu pun Malaysia, Singapura, dan Papua Nugini," katanya. Hal itu pula yang menyebabkan harga pipa baja meroket.
Adapun konsumsi baja dunia juga bakal lebih tinggi ketimbang tahun lalu. ArcelorMittal S.A, produsen baja dunia, memperkirakan naiknya permintaan global sebesar 0,5 persen. "Melemahnya ekonomi Amerika Serikat menjadikan Cina memperkuat pembangunan sehingga konsumsi bajanya naik,” ujar Fazwar.
AGUNG SEDAYU