TEMPO Interaktif, Jakarta - Sedikitnya 20 perusahaan tekstil Jepang berencana merambah Indonesia. Mereka membuka vendor dan membangun pabrik mesin tekstil. “Mulai mesin tenun hingga mesin celup. Semua berbeda produsennya,” kata Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat di Jakarta, Senin, 20 Juni 2011.
Namun untuk mewujudkan rencana tersebut, investor Jepang berharap pemerintah bersedia memberikan insentif dan memperbaiki sektor infrastruktur. “Mereka merasa sulit untuk merealisasi pembangunan pabrik jika infrastruktur tak memadai,” ujar Ade.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, dalam kunjungannya ke Negeri Matahari Terbit pekan lalu, pihaknya sempat membicarakan hal itu dengan asosiasi produsen mesin tekstil Jepang. Ia meminta agar mereka bersedia berinvestasi di Indonesia.
Apalagi saat ini Indonesia sedang merestrukturisasi mesin tekstil dan alas kaki. Sehingga akan lebih baik jika Jepang membangun pabrik tersebut di Indonesia. Hanya saja persoalannya produk mesin Jepang relatif lebih mahal ketimbang mesin dari negara lain.
Misalnya, produk mesin Jepang lebih mahal 40 persen dibandingkan dengan produk asal Cina. Harga mahal tapi mutunya lebih bagus. “Saya minta harga mesin tekstil dapat diturunkan. Kalau tak bisa turun, Indonesia akan menggunakan produk Cina," ujar Hidayat.
Sejatinya sekitar 50 persen industri tekstil di Tanah Air masih memakai mesin tekstil produksi Jepang. Namun lantaran harganya yang mahal dibandingkan dengan produk Cina, saat ini industri tekstil dalam negeri banyak beralih memakai mesin buatan Negeri Panda.
Sebagai timbal balik, kata Hidayat, pemerintah menawarkan pemberian insentif berupa bea masuk ditanggung pemerintah atau BMDTP dan insentif fiskal. "Dengan diproduksi di Indonesia dan adanya insentif pemerintah, harga mesin tersebut bisa ditekan," tuturnya.
AGUNG SEDAYU