TEMPO Interaktif, Semarang - Menteri Pertanian Suswono tidak mengkhawatirkan ancaman Australia yang akan menyetop impor sapi hidup ke Indonesia. “Kami tidak anggap itu ancaman yang membuat kita jadi panik. Biasa-biasa saja,” ujar Suswono usai acara Hari Susu Nusantara 2011 di Tarubudaya, Kabupaten Semarang, Sabtu, 4 Juni 2011.
Suswono justru menduga bahwa pernyataan pemerintah Australia itu merupakan bentuk kekhawatiran atas rencana swasembada daging pada 2014. “Kelihatannya Australia terlalu khawatir akibat rencana swasembaba daging. Seolah-olah jika nanti sudah swasembada daging maka tidak ada lagi impor sapi dari Australia,” ujarnya.
Padahal rencana swasembada daging tak dimaksudkan menghentikan impor. Pada 2014, Indonesia menargetkan impor daging hanya 10 persen dari total konsumsi. Namun, target itu hanya persentase, bukan jumlah daging impor. “Jangan dikira kalau impor lebih kecil volume dagingnya lebih kecil jumlah impor dari saat ini yang sekitar 30 persen dari kebutuhan,” kata dia.
Sebab, hingg kini konsumsi daging sapi di Indonesia masih sangat rendah, yakni dua kilogram per kapita per tahun. Jika pada 2014 ada penambahan penduduk dan bertambahnya pendapatan per kapita maka diharapkan konsumsi daging juga meningkat.
Jika saat ini kebutuhannya daging sapi per tahun 430 ribu ton, yang 100 ribu ton di antaranya impor, maka persentase impor berarti 25 persen. Tapi kalau konsumsi daging bertambah, misalnya menjadi 500 ribu ton dan 100 ribu ton diantaranyaa adalah hasil impor, maka persentase impor daging sapi menurun dari 25 persen menjadi 20 persen.
Suswono mengaku belum menganalisis pernyataan Australia hanya perang urat syaraf. Tapi, kata dia, kalau memang faktanya ada dan tidak ada rekayasa praktek penyembelihan yang kejam, itu akan menjadi masukan untuk membenahi rumah potong hewan di Indonesia. “Memang ada RPH yang memperlakukan hewan tidak memunuhi kaidah kesejahteraan hewan,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Australia Joe Ludwig menangguhkan ekspor sapi bakalan untuk sejumlah rumah hewan di Indonesia. Pernyataan itu dilontarkan untuk menanggapi tayangan program televisi Australian Broadcasting Corp yang bertajuk "Fuor Corners", yang menggambarkan tata cara penyembelihan sapi yang "tak patut" di beberapa rumah jagal.
Dalam tayangan hasil investigasi lembaga swadaya masyarakat, Animals Australia, itu ditemukan kekejaman fisik terhadap sapi. Satu leher sapi potong, misalnya, ditebas berkali-kali sebelum hewan itu akhirnya mati. Di sebuah rumah potong di Medan, Sumatera Utara, sapi potong diikat dan terlihat gemetaran saat melihat sapi lainnya dipotong dan dikuliti di hadapan mereka.
Suswono menegaskan, ia mempersilakan jika pemerintah Australia ingin menyetop distribusi sapi ke Indonesia. Sebab, Indonesia masih bisa mencari alternatif lain.
Apalagi selama ini Australia juga sudah menikmati banyak keuntungan atas adanya kebijakan impor sapi hidupnya ke Indonesia. Setiap tahun, Benua Kanguru sedikitnya mengapalkan 500 ribu ekor sapi hidup ke Tanah Air.
Suswono menegaskan, impor sapi ke Indonesia hanya untuk menutup kekurangan pasokan dari daya dukung dari peternak dalam negeri. Saat ini, kata Suswono, merupakaan momentum yang baik untuk mendapatkan data yang akurat mengenai kebutuhan daging di Indonesia. Mulai 1 Juni, Badan Pusat Statistik mulai melakukan sensus ternak.
ROFIUDDIN