TEMPO Interaktif, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengusulkan besaran subsidi listrik untuk tahun depan sebesar Rp 58 triliun. Jumlah ini naik dibandingkan subsidi listrik pada tahun ini sebesar Rp 40,7 triliun.
Kebutuhan listrik yang ditanggung pemerintah ini berdasarkan biaya pokok penyediaan listrik untuk tahun depan setelah dikurangi pendapatan PT PLN (Persero). "Biaya pokok ditambah margin pada 2012 diperkirakan mencapai Rp 185,41 triliun," ujar Direktur Jenderal Ketenaglistrikan, Jarman, di Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (31/5).
Sedangkan pendapatan yang bakal diperoleh PLN dari penjualan listrik pada tahun depan sebesar Rp 126,69 triliun. Selisih dari biaya pokok dan pendapatan ini yang bakal ditanggung subsidi sebesar Rp 58 triliun. Jumlah subsidi ini membengkak dari yang dianggarkan tahun ini sebesar Rp 40,7 triliun.
Menurut Jarman, biaya pokok penyediaan listrik akan terus naik karena terjadi peningkatan penjualan listrik dari 153,85 terawatt per jam (tWh) pada tahun ini menjadi 173,77 tWh. "Hal ini karena ada pertumbuhan penjualan listrik sebesar 9 persen pada tahun depan.”
Biaya pokok penyediaan, kata Jarman, akan naik menjadi Rp 988 per kilowatt per jam (kWh) dari Rp 920 pada tahun ini. Meski terjadi kenaikan biaya, pemerintah belum berencana menaikkan tarif pada tahun depan.
"Tarif tenaga listrik 2012 masih sesuai dengan Perpres No 8 Tahun 2011, yaitu sebesar Rp 729 per kWh,” kata Jarman. Selain itu, pemerintah juga masih mengusulkan margin usaha PLN tetap sebesar 8 persen.
Untuk menekan biaya, pemerintah dan PLN akan mengupayakan penurunan biaya pokok tenaga listrik. Caranya, program peningkatan efisiensi melalui optimalisasi pembangkitan dan penurunan susut jaringan (losses). Selain itu, ada juga program diversifikasi energi primer melalui optimalisasi penggunaan gas, peningkatan penggunaan batu bara dan panas bumi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengusulkan kenaikan tarif listrik sebesar 15 persen untuk menekan subsidi. Jika hal ini tidak dilakukan, maka subsidi listrik bakal membengkak dan akan membebani anggaran negara.
Agus juga meminta manajemen PLN melakukan efisiensi operasional dengan menekan biaya bahan bakar. Tak hanya itu, dia juga mengusulkan agar margin usaha diturunkan menjadi 3 persen dari 8 persen pada tahun ini.
Biaya bahan bakar minyak PLN terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun lalu total biaya yang dikeluarkan untuk bahan bakar minyak sebesar Rp 54,3 triliun. Jumlah ini naik dibandingkan pada 2009 sebesar Rp 47,7 triliun.
Sebaliknya, biaya bahan bakar nonminyak justru tidak mengalami kenaikan signifikan pada 2010. Tahun lalu biaya penggunaan batu bara, gas alam, panas bumi dan air hanya naik kurang dari Rp 1 triliun menjadi Rp 29,3 triliun dari Rp 27,9 triliun pada 2009.
Padahal manajemen PLN menjanjikan akan menekan biaya penggunaan bahan bakar minyak dan mengalihkan ke batu bara dan gas. Yang terjadi justru sebaliknya. Hampir sebagian besar pembangkit PLN dioperasikan dengan menggunakan bahan bakar minyak.
Direktur Energi Primer PLN Nur Pamudji mengatakan, kenaikan biaya pokok listrik akibat perubahan harga minyak. Tahun depan biaya pokok bakal menembus Rp 185,41 triliun. Jumlah ini naik dibandingkan tahun ini sebesar Rp 152,87 triliun. "Asumsi harga minyak yang tinggi ini berdampak kepada harga batu bara," ujarnya. Sebab, kenaikan harga minyak selalu diikuti kenaikan harga batu bara.
Dia memperkirakan, kebutuhan batu bara pembangkit pada tahun depan akan meningkat menjadi 48 juta ton dari 36,7 juta ton pada tahun ini. Belum lagi kenaikan harga gas, yang juga merupakan bahan bakar pembangkit. "Harga gas itu di eskalasi ada yang naik 2-3 persen per tahun.”
PLN, kata dia, akan mengupayakan bauran energi secara optimal untuk menekan biaya produksi."Tapi itu butuh waktu, tidak bisa serta merta.”
Sehingga sampai tahun depan dipastikan belum ada perubahan yang cukup signifikan dalam struktur energi primer. Sebab, kebutuhan bahan bakar pembangkit masih terfokus pada bahan bakar minyak disusul gas alam, panas bumi dan batu bara.
ALI NUR YASIN | GUSTIDHA BUDIARTIE