TEMPO Interaktif, Jakarta -Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional, Sigit Pramono, mendorong pemerintah menyusun cetak biru perbankan nasional. Ia berharap cetak biru tersebut tidak hanya mengikat perbankan, tapi juga pemerintah dan industri, khsususnya sektor riil. "Cetak biru jangan hanya setingkat Peraturan Bank Indonesia. Setidak-tidaknya setingkat Undang-undang," kata Sigit dalam rapat dengar pendapat panitia kerja inflasi dan suku bunga pada Senin (23/5) siang tadi.
Ia berharap, jika nanti cetak biru tersebut disusun, memuat hal-hal antara lain visi pencapaian negara untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Serta menegaskan peran masing-masing bank berdasarkan jenisnya, apakah ia bank negara, swasta, asing, atau Bank Perkreditan Rakyat. “Tanpa cetak biru ini kita tidak punya visi jangka panjang perbankan,” kata Sigit.
Selain cetak biru, Sigit juga mengusulkan pemerintah menyusun rencana induk pengembangan industri nasional. Rencana tersebut membakukan rencana pengembangan industri yang telah disepakati secara konsensus. “Sehingga bank bisa sama-sama mendukung,” kata Sigit.
Jika ada rencana induk tersebut, menurut Sigit, bank akan lebih ringan dalam menyalurkan kredit. Suku bunga kredit pun berpotensi menurun. Perbankan akan mudah menilai dan menurunkan premi risikonya. “Suku bunga kredit pada sektor itu otomatis turun,” kata Sigit.
Wakil Ketua komisi keuangan dan perbankan Dewan Perwakilan Rakyat, Harry Azhar Azis, mengatakan cetak biru tersebut pernah diusulkan oleh pemerintah. “Tapi belum ada Undang-undangnya,” kata Harry. Harry mengatakan parlemen menargetkan cetak biru tersebut rampung disusun sebagai Undang-undang pada tahun ini. “Kalau tidak ya tahun depan,” katanya.
ANANDA BADUDU