Menurut Dedy, penyebab sektor industri tak banyak tumbuh di luar Pulau Jawa lantaran tak meratanya perkembangan infrastruktur, seperti jalan maupun ketersediaan listrik. Hal lain, mengenai ketersediaan sumber daya manusia yang kredibel di bidang industri.
"Tapi kendala paling utama masalah infrastruktur. Contohnya, Jepang yang ingin mengembangkan biji Silikon di Sumatera Barat dengan teknologi. Ternyata teknologinya membutuhkan listrik 10-15 megawatt. Tapi listrik tak ada. Akhirnya rencana itu terhambat," ujar Dedy.
Kementerian berupaya mengembangkan industri hingga ke luar Pulau Jawa dengan meningkatkan infrastruktur. Pemerintah berupaya berinvestasi di bidang pendidikan untuk masyarakat luar Pulau Jawa. Sehingga mereka bisa ikut berpartisipasi dalam industri yang turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan industri pengolahan non migas nasional rata-rata 5,57 persen pada kuartal pertama tahun ini, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu 4,31 persen. Biasanya, pertumbuhan industri pda kuartal pertama lebih rendah ketimbang kuartal kedua dan ketiga.
Data Kementerian menyebutkan, provinsi di Pulau Jawa berkontribusi 57,9 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), yang diikuti Sumatera 23,5 persen, Kalimantan 9,2 persen, Sulawesi 4,6 persen, Bali, dan Nusa Tenggara 2,5 persen. Sisanya Maluku dan Papua 2,3 persen.
Badan Pusat Statistik mencatat, pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang cukup tinggi. Pada kuartal pertama, industri logam dasar tumbuh 26,29 persen, mesin listrik dan perlengkapannya 21,49 persen. Sedangkan kertas dan barang dari kertas tumbuh 17,31 persen.
Sedangkan pertumbuhan industri yang sangat menurun adalah industri karet dan barang karet serta barang plastik minus 2,89 persen, kayu dan barang dari kayu minus 1,44 persen. Pertumbuhan industri penerbitan, percetakan, dan reproduksi media rekaman minus 0,9 persen.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Anshari Bukhari mengatakan, faktor utama penurunan industri kayu akibat berkurangnya ketersediaan bahan baku kayu dan menurunnya daya saing ekspor. "Pasar ekspor kayu dan produk olahan Indonesia banyak direbut Cina, Vietnam, dan Filipina," kata dia.
Terkait hal itu, pemerintah tengah menjajaki penguatan pasar. Dengan Eropa, misalnya, pemerintah menjalin kesepakatan agar Eropa hanya menerima ekspor kayu yang sudah mendapat sertifikat legal. "Sifatnya masih sukarela, tapi mudah-mudahan ke depan menjadi komitmen mereka," ujar Anshari.
Dari sisi bahan baku, selain minimnya volume, industri juga dihadapkan pada pasokan bahan baku yang tidak kontiniu. Jenis kayu yang jadi bahan baku utama antara lain rotan untuk mebel. "Dalam satu waktu ada, tapi dalam kurun waktu tertentu, ada kekurangan bahan baku," tutur Anshari.
ROSALINA | BOBBY CHANDRA