"Kehadiran debt collector tidak bisa dihindari, tapi regulasinya di Indonesia lemah," ujar pengurus harian YLKI, Tulus Abadi, ketika dihubungi, hari ini.
Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat terdapat regulasi yang mengatur praktik debt collector, atau dikenal dengan Fair Debt Collection Practises Act. Dalam undang-undang ini diatur ketentuan yang detail, seperti pihak debt collector hanya diperbolehkan menagih antara jam 8 hingga 9 pagi, atau dilarang mendatangi tempat kerja si tertagih. "Aturan BI tidak jelas, malah terlalu longgar."
Dalam sepuluh tahun terakhir, keluhan masyarakat mengenai praktik perbankan yang diterima YLKI menempati posisi ketiga terbanyak. Setengah dari keluhan terbanyak itu merupakan aduan karena perlakuan penagih utang yang melewati batas.
"BI sebagai regulator harus membuat peraturan yang detail, apalagi di masa datang pangsa kartu kredit semakin luas," kata Tulus.
Selama ini praktik penagihan oleh pihak ketiga tersebut telah diatur berdasarkan peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 mengenai Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. Dalam aturan itu disebutkan pihak penerbit kartu kredit bisa menggunakan pihak ketiga sebagai penagih.
Dalam poin D disebutkan, penagihan oleh pihak lain diperbolehkan jika kualitas tagihan kartu kredit termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet sesuai standar BI. Tapi penerbit kartu harus menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain dilakukan dengan cara yang tidak melanggar hukum, dan menyertakan klausul tentang tanggung jawab penerbit kartu kredit terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat kerjasama dengan pihak lain.
DWITA ANGGIARIA