Unilever memastikan kenaikan harga barang dalam harian berbahasa Inggris, Shanghai Daily. Disebutkan, harga naik karena meningkatnya biaya bahan baku. Tapi Unilever menolak membeberkan alasan lainnya. Sedangkan P&G tidak bisa dimintai konfirmasi.
Stasiun televisi milik pemerintah kemarin menampilkan gambar rak-rak barang yang kosong di sejumlah kota di Cina. Para penduduk memborong barang-barang P&G dan Unilever sebelum harganya naik. Kondisi ini memperlihatkan sensitivitas masyarakat miskin Cina terhadap harga barang.
Pemerintah Cina saat ini sedang bekerja keras menahan harga barang, yang telah naik 4,9 persen di bulan Februari. Cina bertekad mencegah ekspektasi inflasi yang membuat harga barang benar-benar naik dari brokoli sampai bir.
Rencana kenaikan harga produk P&G, Unilever, dan perusahaan Barat lainnya menarik perhatian publik dan otoritas Negeri Tirai Bambu. Shanghai Development and Reform Commission, badan perencanaan pembangunan setempat, sedang menyelidiki alasan P&G dan Unilever menaikkan harga.
Di awal tahun ini, lembaga perencanaan pembangunan ekonomi mendenda toko Wal-Mart dan Carrefour karena memanipulasi harga barang. McDonald juga menaikkan harga makanannya di Cina November tahun lalu, dengan alasan peningkatan harga bahan baku.
Para ekonom percaya kenaikan harga tersebut tidak akan berdampak besar terhadap upaya pemerintah melawan inflasi. “Saya yakin, akan ada kebijakan pengetatan moneter, dan jika itu terjadi, inflasi akan turun,” kata Paul Cavey, ekonom pada Macquarie di Hong Kong.
Bank sentral Cina telah menaikkan suku bunga dan kewajiban pencadangan perbankan berlipat-lipat kali dalam beberapa bulan terakhir. Negara itu ingin menghadang inflasi supaya stabil di bawah 5 persen, setelah menembus 5,1 persen November 2010.
Sekalipun makanan menjadi penggerak utama pergerakan indeks harga konsumen, pemerintah ingin mencegah pertumbuhan ekspektasi inflasi. Survei bank sentral yang dilansir bulan ini menunjukkan semakin banyak rumah tangga yang puas dengan dengan tingkat harga saat ini.
Dukungan datang dari Indeks Pembelian Manager dari HSBC Markit pekan lalu yang menunjukkan kenaikan harga barang baku adalah yang terendah selama 6 bulan terakhir, dan kenaikan harga produk adalah yang terlemah dalam 7 bulan terakhir.
Dengan melemahnya kenaikan harga bahan baku dari tahun lalu dan pengetatan kebijakan moneter Cina, Cavey optimistis Beijing dapat mengendalikan inflasi.
"Saat ini, harga komoditas tidak naik sangat cepat, kebijakan moneter juga telah diperketat. Saya tidak khawatir terhadap inflasi pada paruh kedua ini,” kata dia.
Yi Yang, Deputi Gubernur Bank Rakyat Cina, menuturkan pekan lalu bahwa Cina sedang menghadapi tekanan harga yang berat, tapi inflasi di semester kedua tahun 2011 akan lebih rendah.
“Jadi, sepanjang tahun kita akan bisa memenuhi target inflasi 4 persen,” kata dia.
Begitu pun, pembuat kebijakan terlihat masih sensitif terhadap kenaikan harga barang. Kemarin, pemerintah Cina meminta rumah sakit dan klinik mematok harga obat-obatan tertentu.
Selain di pasar Cina, pada awal bulan ini P&G telah mengumumkan akan menaikkan harga detergen sebesar 4,5 persen mulai Juni mendatang di pasar Amerika Serikat. Alasannya adalah kenaikan harga bahan baku, kemasan, dan transportasi.
Cina bukan satu-satunya negara yang merasakan tekanan inflasi akibat lonjakan harga bahan baku. Harga komoditas global telah naik tajam tahun lalu.
Harga komoditas yang diukur dengan indeks harga Reuters-Jefferies, mencapai level tertinggi sejak 2008. Badan pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan harga pangan global mencetak rekor tertinggi tahun ini.
REUTERS | EFRI RITONGA