TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Center For Petrolium and Energy Economic Studies (CPEES), Kurtubi, memprediksi harga minyak dunia pada tahun ini bisa menyentuh angka US$ 200 per barelnya.
"Apabila krisis menjalar ke Saudi Arabia. Krisis minyak ketiga bisa timbul dan harga minyak bisa tembus US$ 200 per barel," Ujarnya, Jumat (25/3).
Jika krisis timur tengah di Libya saat ini tidak menjalar ke Saudi Arabia, harga minyak dunia diperkirakan berfluktuasi pada range US$ 95 - US$ 125 per barel.
Selain krisis timur tengah, bencana alam yang melanda negeri Jepang beberapa waktu lalu juga turut mempengaruhi harga minyak dunia. "Dengan bencana Jepang harga minyak tertekan dalam jangka pendek," Jelas Kurtubi.
Tetapi, dalam jangka panjang sejalan dengan rekonstruksi infrastruktur Jepang harga minyak akan terus terdorong naik. Apalagi, kalau supply minyak hilang dari pasar untuk waktu jangka panjang, harga minyak akan terdorong terus naik.
Meskipun Arab Saudi telag berjanji menambah pasokan, saat ini negara itu sendiri sebenarnya sedang menghadapi ancaman demonstrasi dari rakyatnya."Kalau tertular, maka krisis minyak akan menghantam dunia lagi," papar Kurtubi.
Harga minyak dunia saat ini masih berfluktuasi diatas angka US$ 100 per barel. Sebelum terjadi demo di Libya harga minyak mentah jenis brent berada di angka US$ 103 per barel. Pada awal Maret, harga minyak naik menjadi US$ 117 per barel karena krisis Libya.
Kemudian, harga minyak turun menjadi US$ 111 per barel karena pengaruh sentimen penurunan permintaan dari Jepang. Terakhir, akibat serangan udara koalisi ke Libya harga minyak kembali naik menyentuh angka US$ 115 per barel.
GUSTIDHA BUDIARTIE