"Investasi dan pembangunan infrastruktur merosot jauh setelah terjadinya krisis tahun 1998. Setelah itu, pemulihannya pun berjalan lambat," kata Boediono saat berbincang dengan kelompok pebisnis Australia yang tergabung dalam AIBC (Australia Indonesia Business Community) -- bukan CEDA seperti dalam berita sebelumnya, Kamis (10/3).
Boediono menjelaskan, ada 3 faktor yang menyebabkan kemacetan pembangunan infrastruktur itu. Pertama, masalah pembebasan lahan. "Dalam iklim yang demokratis dan terdesentralisasi, proses pembebasan lahan ikut terhambat," kata dia.
Faktor kedua adalah terbatasnya pembangunan infrastuktur publik yang saat ini lebih terfokus pada perawatan infrastruktur yang ada. "Ini juga menggambarkan ada masalah dengan pemanfataan anggaran," ujarnya.
Ada pun faktor ketiga adalah kelemahan koordinasi di kalangan pemerintah.
Ketiga masalah itulah yang, menurut Boediono, sedang dan sudah dicarikan terobosannya. "Kami sekarang sedang mengamandemen beberapa aturan, seperti aturan mengenai pembebasan lahan," kata Wakil Presiden lagi.
Langkah lain, dia menambahkan, adalah menyederhanakan prosedur anggaran dan pencairannya.
Tidak hanya itu, Wapres Boediono juga menyebutkan agenda besar yang dilakukan pemerintah Indonesia, yaitu Agenda Konektivitas.
Agenda Konektivitas adalah menata ulang jalur transportasi dan logistik untuk "menyambung" wilayah Indonesia yang meliputi 17 ribu lebih pulau. "Ini memang agenda besar dan berjangka panjang. Namun kami sudah memulainya," kata Boediono.
Pertemuan Wakil Presiden dengan pebisnis Australia ini mengawali hari kedua kunjungan Boediono ke Australia.
Hari ini, setelah Boediono menerima penghargaan doktor honoris causa dari University of Western Austrlia, rombongan melanjutkan perjalanan ke Canberra.
DARU PRIYAMBODO (Perth)