Seperti diketahui, kerusuhan di Libya menyebabkan pemerintah menghentikan hampir tiga perempat produksinya. Makin kuatnya protes di negara-negara Arab ini telah menimbulkan kekhawatiran pada para investor. Sedangkan harga minyak mentah naik menjadi US$ 99,33 per barel.
Sebagai anggota OPEC, Libya saat ini sedang diguncang kerusuhan dan demonstrasi untuk menurunkan Presiden Khadafi. Hal ini secara signifikan menurunkan ekspor minyak mereka. Pada kamis lalu, harga minya jenis Brent mencapai harga US 120 dollar per barrel (tertinggi dalam dua tahun terakhir) dan minyak mentah Amerika Serikat mencapai harga lebih dari US 103 dollar per barel.
Ekonom dari Bank Nasional Australia Ben Westmore menyatakan, ada kekhawatiran konflik berlanjut di wilayah itu padahal memproduksi minyak dalam jumlah besar di dunia. "Sudah menular," katanya, hari ini.
Imbas dari berhentinya suplai minyak bakal makin parah jika konflik terus meluas ke Iran, Kuwait dan khususnya Arab Saudi.
Tanpa akses ke negara-negara itu, suplai minyak ke belahan dunia lainnya akan sulit.
Kerajaan Arab selama ini menggunakan kapasitas produksinya ntuk menutupi defisit produksi Libya. Produksi minyak pun baik 9 juta barel per hari.
Angka itu tertinggi setelah Arab saudi menghasilkan 8,3 juta barel per hari per Januari lalu. Dari survei Reuters diperkirakan produksi bisa mencapai 8,9 juta barel per hari.
Di Tunisia, Perdana Menteri Mohamed Ghannouchi mengundurkan diri pada hari Minggu, setelah protes yang disertai kerusuahan, yang melanda negaranya. Pengunduran diri tersebut disambut dengan perayaan di seluruh Tunisia.
Sementara itu, pemberitaan Arab Saudi menyebutkan telah menaikan pengeluran minyak mereka menjadi 9 juta barrel per hari, berdasarkan jaminan dari Riyadh yang diharapkan mampu mendapatkan pasokan untuk Jumat nanti.
REUTERS | R. R. ARIYANI | IRVAN WIRADINATA