“Peningkatan dari sebulan lebih pemberlakuan pajak progresif memang belum kami hitung secara konkrit, tetapi peingkatan (hasil pajak) itu sudah pasti ada,” kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah, Sukri Bei, Minggu (13/2).
Menurut Sukri, warga Jakarta ternyata tidak takut terhadap pengenaan pajak progresif. Oleh karena itu angka penjualan kendaraan di Ibukota tidak mengindikasikan ada perubahan yang signifikan meski Sukri tidak tau persis jumlahnya.
“Tetapi kalau rata-rata kendaraan yang ada di Jakarta memang tidak berubah, yaitu roda empat perharinya 600 unit dan roda dua 1200 unit,” tutur Sukri.
Pajak ini, kata Sukri, diberlakukan untuk membatasi konsumsi kendaraan terutama bagi pemilik kendaraan mewah. Pasalnya 20 persen dari total penduduk Jakarta sebanyak 9,6 juta jiwa, sudah memiliki 4 kendaraan dengan 2 kendaraan di antaranya merupakan mobil mewah.
Kepala Dinas Pelayanan Pajak, Iwan Setiawandi mengatakan, berkurangnya kemacetan hanyalah fungsi turunan dari pemberlakukan pajak progresif bagi kepemilikan kendaraan. Tujuan utama kebijakan pajak progresif adalah mengendalikan konsumsi masyarakat terhadap pembelian kendaraan di DKI. Target pajak yang didapatkan Rp 50 miliar hingga Rp 100 miliar pertahun.
“Jika jumlah kepemilikan kendaraan berkurang maka volume kendaraan di jalanan Ibukota akan berkurang juga dan nantinya kemacetan akan berkurang,” kata Iwan.
RENNY FITRIA SARI