Hal ini menanggapi pernyataan Ketua Asosiasi Gula Indonesia Faruk Bakrie yang mengatakan ada ketidakakuratan data yang dihimpun pemerintah sehingga pasar dalam negeri dibanjiri gula impor. "Ada overlapping data, kementerian pertanian punya data, kementerian perdagangan data beda, jadi datanya tidak valid, simpang siur," ujarnya saat di sela pembahasan percepatan pembangunan ekonomi di Hotel Borobudur hari ini.
Gamal meyakinkan data yang berada di tiap kementerian terkait gula tak ada yang berbeda. "Semua datanya sama kok, ngga ada yang beda-beda. Kami juga kan selalu rapat dengan dewan gula untuk menghitung produksi, apakah diputuskan impor atau tidak," katanya.
Dia mengakui ada penurunan produksi gula dalam negeri yang berbasis tebu. Dari jumlah produksi sebesar 2,6 juta ton pada 2009 menjadi 2,35 juta ton pada 2010. Penurunan ini, kata dia, akibat musim hujan yang terus menerus sehingga rendemen tebu menjadi berkurang. "Kemarin itu petani menjadi malas karena ada kekhawatiran akibat hujan dan rendemen yang turun," ungkapnya.
Menurut dia, beberapa pabrik gula saat ini ada yang masih melakukan penggilingan tebu. Puncak giling tebu sendiri biasanya pada Februari hingga Mei. Dia meyakini produksi gula tahun ini bisa tercapai sesuai renstra (rencana strategis) yang menetapkan target produksi mencapai 3,8 juta ton, yang dilihat dari beberapa faktor yaitu ketersediaan lahan, revitalisasi pabrik, dan rendemen tebu yang meningkat. "Sentra gula kita paling banyak ada di Pulau Jawa seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat," katanya.
ROSALINA