TEMPO Interaktif, Jakarta - Kalangan pengusaha rokok risau atas rencana penerbitan aturan pembatasan rokok. Beleid yang merupakan turunan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan itu, menurut Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia Ismanu Soemiran, bakal mengebiri industri rokok.
"Industri rokok merasa resah," kata Ismanu, Kamis (06/01). Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tembakau, yang saat ini tengah digodok, diatur pembatasan kandungan zat-zat tambahan dalam campuran rokok dan ketentuan menampilkan gambar korban rokok dalam kemasan.
Zat-zat tambahan, seperti pemanis, saus, dan lainnya, juga dilarang. Padahal, menurut Ismanu, zat tambahan ini ibarat bumbu dalam masakan, dan tidak berbahaya. Ia menegaskan, zat tambahan ini justru menjadi ciri khas rokok kretek asli Indonesia yang berbeda dari rokok asing.
Apalagi tiap tahun industri rokok menyumbang pendapatan tidak kecil. Tahun lalu, kontribusi cukai rokok lebih dari Rp 60 triliun, belum termasuk PPN rokok, pajak penghasilan badan, dan pajak penghasilan karyawan. Jumlah ini jauh lebih besar ketimbang pemasukan perusahaan tambang emas di Papua, yang hanya Rp 20 triliun per tahun.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Agro Kementerian Perindustrian Benny Wachyudi pernah menyatakan rokok salah satu komoditas yang masih diperlukan, baik secara industri maupun ekonomi. "Sekarang sudah ada registrasi mesin rokok dan kita sedang siapkan dana bagi hasil cukai untuk diberikan ke petani juga," kata Benny beberapa waktu lalu.
KARTIKA CANDRA