TEMPO Interaktif, Jakarta -Anggota Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH MIGAS), Adi Soebagyo menyatakan akan sulit bagi pemerintah untuk memberikan subsidi bagi bahan bakar minyak jenis pertamax yang mekanismenya sudah diserahkan kepada pasar. "Pertamax tidak diatur pemerintah, jadi sulit," kata Adi, ketika dihubungi oleh Tempo, Selasa (04/01).
Menurut Adi, akan lebih mudah bagi pemerintah apabila menaikkan harga premium sebagai salah satu langkah antisipasi lonjakan harga minyak yang belakangan semakin memanas. Ia memaparkan, sah saja bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM jenis premium ,karena Undang-Undang No 10 Tahun 2010 Tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara memperbolehkan pemerintah untuk menaikkan harga BBM apabila ICP (harga rata-rata minyak mentah Indonesia) melebihi minimal 10 persen diatas angka asumsi makro.
Berdasarkan data yang terdapat dalam laman Direktorat Jenderal Minyak dan Gas, Harga minyak mentah Indonesia per bulan Desember lalu telah mencapai angka US$ 91,37 per barel jauh diatas angka asumsi makro yang ditetapkan dalam kisaran US$ 80 per barelnya."Kalau dilihat dari sisi perundangan berarti bisa saja harga premium dinaikkan," ujar Adi.
Namun, Adi mengakui hal menaikkan harga BBM bukanlah persoalan yang mudah. Pemerintah masih harus melakukan kajian dari aspek ekonomi dan sosial mengenai dampak-dampak yang akan terjadi apabila memilih jalan untuk menaikkan harga BBM Premium."Nah itu timnya ada sendiri, Tim kajian sosial ekonomi yang dibentuk oleh Kementerian Energi dan dikepalai oleh Bappenas dalam tim tersebut," katanya.
Mengenai dampak laju kenaikan harga minyak terhadap program pembatasan, Adi mengakui sampai saat ini pihaknya masih melakukan kajian yang diminta oleh anggota dewan dan belum mengetahui secara pasti apakah dengan adanya kenaikan yang pesat program pembatasan akan ikut mengalami kemunduran dalam pelaksanaannya."Kami masih tunggu pemerintah kalau soal itu, yang pasti kami bersiap-siap saja," katanya.
Pemerintah diminta memberi subsidi terhadap bahan bakar minyak jenis Pertamax, bila harganya melebihi Rp 8 ribu per liter. Menurut pengamat ekonomi Lembaga Penelitian Manajemen Universitas Padjajaran Bandung Acuviarta Kartabi, subsidi bahan bakar masih sangat diperlukan masyarakat terutama kalangan menengah kebawah.
Pemerintah juga harus memikirkan cara agar kalangan usaha kecil menengah tidak terkena imbas akibat pembatasan bahan bakar minyak bersubsidi. "Kalangan UKM kebanyakan menggunakan mobil terbuka dengan plat nomor hitam. Ini yang harus dicarikan jalan keluarnya bisa dengan pengalihan plat mobil jadi warna kuning. Atau mereka mendapatkan subsidi pertamax," katanya.
Disparitas harga antara bahan bakar premium subsidi dengan pertamax akan sangat jauh, karena bahan bakar nonsubsidi dipatok berdasarkan kenaikan harga bahan bakar dunia. "Apalagi produksi minyak nasional saat ini tidak mencapai target, sehingga ketergantungan terhadap bahan bakar dan harga dunia tidak bisa dilepaskan," katanya.
GUSTIDHA BUDIARTIE | ALWAN RIDHA RAMDANI