Hal ini menanggapi pernyataan Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan akan laju inflasi selama Januari-November sudah melebihi 6 persen. Selama dua pekan pertama bulan ini harga beras sudah naik 5 persen dibanding bulan sebelumnya. Bahkan cabai harganya melambung 40 persen. Ia khawatir sampai akhir tahun inflasi bisa tembus 6,5 persen (Koran Tempo, 20 Desember).
Lebih jauh Mari menilai kenaikan harga di akhir tahun karena perayaan Natal, Tahun Baru dan Imlek di akhir Januari umumnya tidak terlalu besar dampaknya seperti Lebaran terhadap inflasi. Karena itu, pemerintah berkomitmen benar-benar menjaga harga bahan pokok di bulan-bulan mendatang. “Januari dan Februari harga mulai turun,” katanya.
Upaya menstabilkan harga bahan pokok akan dilakukan dengan mengintensifkan operasi pasar di titik-titik terutama yang harganya naik. Caranya dengan menjual beras di harga Rp 500 lebih murah dibanding harga eceran melalui Bulog.
Bulog sudah menggelar operasi pasar di beberapa titik, misalnya di Yogyakarta yang berlangsung selama empat hari. Di sana, kata Mari, harga beras tidak lagi naik.
Selain itu, pemerintah juga melakukan operasi khusus dengan membagikan beras untuk masyarakat miskin ke-13 di bulan ini. “Diharapkan bisa menstabilkan harga dan berdampak pada penurunan harga,” ucap Mari.
Saat ini Bulog sudah mendatangkan 850 ribu ton beras dari Thailand dan Vietnam. Beras impor ini akan masuk ke dalam gudang Bulog untuk menjaga stok cadangan beras pemerintah di level aman, yakni 1,5 juta ton.
Selain itu, masih akan ada 200 ribu ton beras yang akan datang dari Vietnam. “Sudah kontrak, sedang proses pengapalan.” Adapun beras impor dari Thailand yang jumlahnya kurang dari 200 ribu ton itu belum akan segera datang karena masih dalam proses tender.
Pemerintah juga memastikan penurunan bea masuk beras impor sudah disetujui, dan kini sedang diproses Peraturan Menteri Keuangan-nya. “Bea masuk beras itu 0 persen, hanya untuk beras yang diimpor Bulog,” kata Mari.
R. R. ARIYANI