Sebanyak tiga hektar areal lahan miliknya yang ditanami cabe rawit tak berbuah sama sekali. Sejak ditanam empat bulan silam, tanaman tersebut tak kunjung mengalami pertumbuhan. Bahkan di usia panen saat ini tanaman cabai miliknya hanya setinggi 50 centimeter, jauh lebih rendah dari ukuran normal setinggi dada orang dewasa.
Areal tanaman cabai di Desa Mukuh, menurut Suwito terserang hama penyakit patek dan tungau. Hama ini bersifat parasit dan merusak daun, batang maupun buah yang mengakibatkan perubahan warna dan bentuk. Serangannya dengan menghisap cairan daun sehingga warna daun terutama pada bagian bawah menjadi kuning kemerahan. Demikian pula dengan bentuk daun menggulung ke bawah dan rontok.
Karena dipastikan tak lagi tumbuh normal, Suwito memilih mencabuti tanamannya. Hal itu juga upaya menekan kerugian tenaga kerja dan pengolahan tanah. Dengan luas lahan sebesar tiga hektar, dia menderita kerugian hinga Rp 33 juta. “Jangankan untung, panen saja tidak bisa,” kata Suwito saat disinggung kenaikan harga cabe di pasaran.
Ketua Ikatan Persaudaraan Petani Holtikultura Kediri (IPPH) Mudjijo mengatakan melambungnya harga cabai di tingkat pedagang tak diikuti dengan keuntungan petani. Bahkan saat ini sebagian besar petani cabe tengah menderita kerugian akibat cuaca ekstrim dan serangan hama. “Produksi cabai di Kediri tinggal 30 – 40 persen,” kata Mudjijo.
Para petani yang bisa bertahan ini adalah petani modern yang sudah mengenal teknologi pertanian dengan baik. Mereka bisa mensiasati hama dan cuaca yang lembab dengan berbagai langkah. Di antaranya dengan mengatur jarak tanam dan membaca arah angin. Hal ini untuk menekan penyebaran virus antar tanaman yang diterbangkan oleh angin.
Namun kemampuan ini menurut Mudjijo tak banyak dimiliki petani cabai di Kediri. Mereka yang kebanyakan menanam secara konvensional harus menghadapi kenyataan pahit ketika gagal panen. “Kondisi terparah ada di Blitar Utara dengan tingkat kerusakan cabe cukup besar,” kata Mudjijo.
Mudjijo sendiri tidak bisa memperkirakan sampai kapan kondisi ini akan berakhir. Sebagai ketua kelompok tani, dia hanya bisa menyampaikan strategi menanam tanpa ada jaminan berhasil.
HARI TRI WASONO