“Pada erupsi awal yaitu 26 Oktober, masih belum sebanyak itu, tetapi potensi kredit bermasalah meningkat pasca erupsi kedua 5 November,” kata Kepala kantor Bank Indonesia (BI) Yogyakarta Dewi Setyowati kepada wartawan, Senin (29/11).
Jumlah kredit yang berpotensi bermasalah tersebut menyebar di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu dimiliki oleh 8.240 rekening nasabah yang ada di bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dampak erupsi Merapi 26 Oktober lalu hanya Rp 106 miliar dari 3.655 rekening nasabah. Namun pasca erupsi kedua 5 November 2010 meningkat hingga Rp 228,4 miliar. Potensi kredit yang bermasalah tersebut milik nasabah yang terkena dampak langsung dan dampak tidak langsung dari bencana erupsi Merapi.
“BI Yogyakarta menunggu peraturan Gubernur BI terkait kondisi kredit para nasabah tersebut,” kata Dewi. “Kami telah mengirimkan usulan untuk dikeluarkannya peraturan BI terkait kebijakan keringanan kepada nasabah yang terkena dampak letusan Merapi”.
Berdasarkan data dari Kabupaten Sleman, debitur yang terkena dampak langsung dari erupsi Merapi sebanyak 4.009 rekening dengan total nilai kredit sebanyak Rp 63,9 Miliar. Sisanya merupakan debitur yang terkena dampak tidak langsung.
Dalam perincian laporan, kredit yang dikucurkan di Kabupaten Sleman kredit oleh 54 BPR untuk 6.163 rekening debitur dengan total kredit Rp 89,6 Miliar. Selain itu dari bank pemerintah sebanyak Rp 55 miliar untuk 705 rekening debitur serta Rp 83,7 miliar dari bank umum swasta untuk 1.382 rekening debitur.
”Peraturan BI nantinya hanya bersifat membantu agar perbankan melakukan resceduling terhadap kredit-kredit milik para debitur yang terkena dampak erupsi Merapi,” kata dia.
Di sisi lain, para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang terkena dampak langsung erupsi Merapi masih didata. Komunitas UMKM Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini masih membentuk tim verifikasi usaha yang terkena dampak langsung erupsi. “Kami masih mendata,” ujar Prasetyo Atmo Sutejo, Ketua Komunitas UMKM Daerah Istimewa Yogyakarta.
MUH SYAIFULLAH