"Ya, inisialnya itu. Tapi kami belum tahu juga karena kan (laporannya) langsung ke Komisi Pemberantasan Korupsi, tidak ke kami dulu," ujar Thomas saat ditemui setelah meresmikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A1 Tangerang, Selasa (27/4).
Dia juga mengakui pejabat Bea dan Cukai tersebut setingkat direktur, dan keduanya menjabat Kepala Kantor Wilayah. Namun, Thomas tidak bisa memastikan kapan kedua pejabat tersebut melakukan penyelewengan dan saat menduduki jabatan apa. "Itu kan laporannya selama periode 2005-2010, mereka berpindah-pindah," Thomas menambahkan.
Menurut Thomas, nama-nama yang terdapat dalam laporan PPATK itu ada yang masih bekerja di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, tapi ada juga yang sudah pensiun.
Ia sudah menyerahkan penindakan laporan PPATK tersebut ke pihak berwajib. "Untuk laporan PPATK yang akan menindaklanjuti dari sisi analisis transaksinya kan bukan Bea-Cukai? PPATK akan melaporkan kepada penegak hukum yang memang mempunyai kewenangan untuk itu," kata Thomas.
T disebut-sebut memiliki sejumlah dana ganjil pada 2007, yang mencapai Rp 3,97 miliar dan masih berada di posisinya sebagai Kepala Kantor Wilayah. Sedangkan J, yang sudah pensiun Maret lalu, dikabarkan memiliki kekayaan senilai Rp 6,8 miliar pada 2007, tanah ribuan meter persegi di Bogor, serta mobil mewah.
Pertengahan bulan ini, Kementerian Keuangan langsung merespons pernyataan Kepala PPATK Yunus Husein, yang menyatakan ada transaksi mencurigakan yang melibatkan 15 pegawai di Direktorat Jenderal Pajak dan 10 pegawai Direktorat Bea dan Cukai.
Terungkapnya dugaan kasus makelar pajak yang melibatkan mantan dan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Gayus Halomoan P. Tambunan, serta Bahasjim Assifie, PPATK kembali mengendus adanya transaksi mencurigakan pegawai lainnya selama periode 2005-2009.
Gayus dan Bahasjim, yang kini sudah ditahan dan menjadi tersangka, merupakan bagian dari 15 pegawai pajak lainnya yang pernah dilaporkan PPATK kepada kepolisian karena di dalam rekening mereka ditemukan transaksi mencurigakan. Tapi masih ada juga 10 pegawai lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan yang dilaporkan serupa, yakni berasal dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Mochammad Jasin sebelumnya menyatakan, untuk mencegah terjadinya suap-menyuap di Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, perlu dibentuk tim independen dari kalangan luar, yang bertugas mengawasi seluruh pegawai di dua direktorat tersebut. "Kalau pengawasannya hanya dari dalam, tidak bisa efektif," kata Jasin di Semarang dua pekan lalu.
Selama ini, kata Jasin, di Pajak serta Bea-Cukai memang sudah ada pengawasnya, tapi dari kalangan internal. Akibatnya, masih banyak kasus penyuapan, seperti yang dilakukan Gayus, yang bisa memiliki rekening dengan jumlah hingga Rp 28 miliar.
Menurut Jasin, reformasi birokrasi yang dilakukan Kementerian Keuangan tidak cukup hanya dengan memberikan remunerasi. Gayus, yang setiap bulan sudah menerima gaji besar, ternyata masih juga menerima suap dari para wajib pajak.
NALIA RIFIKA | JONIANSYAH | RIEKA RAHADIANA | AGOENG WIDJAYA | ROFIUDDIN