TEMPO Interaktif, BANDUNG - Pemberlakuan Asean - Cina Free Trade Agreement (ACFTA) membuat China bersiap memindahkan pabrik tekstilnya ke sejumlah negara . Indonesia, adalah satu dari sejumlah negara yang dilirik sebagai lokasi pabrik. "Kami terbentur persoalan tenaga kerja. Sekaranag industri tekstil kami telah mulai memindahkan perusahaannya" kata Minister Cousellor Embassy of People’s Republic of Cina Fang Qiuchen di Bandung, Rabu (13/1).
Fang Qiuchen datang ke Bandung menemani delegasi perdagangan negeri itu menghadiri Bussines Meeting West Java di Hotel Hyatt Bandung. Pertemuan itu juga dihadiri Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.
Menurut Qiuchen, negara yang dilirik untuk lokasi pabrik adalah Vietnam dan Kamboja. Indonesia sendiri, rencananya akan dibidik setelah ACFTA resmi diberlakukan. Salah satu lokasi pabrik di Indonesia, diantaranya di Bandung, Jawa Barat.
Qiuchen memastikan, basis perusahaan tekstil di negaranya terbentur ongkos tenaga kerja yang sudah mahal. Gaji buruh tekstil di Cina saat ini terhitung lebih mahal dibandingkan membayar buruh di Indonesia.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat Ade Sudrajat mengaku sudah memperhitungkan kemungkinan bergesernya industri tekstil Cina menjadi industri yang lebih kompleks. Salah satunya karena gaji pekerja yang mulai mahal. “Kami sudah lihat trennya, bahkan (gaji buruhnya) sudah lebih mahal.. Terus energi di sana juga lebih mahal dari kita,” katanya.
Menurut Ade, industri tekstil di Indonesia, minimal harus mempertahankan diri dalam 3 tahun ini. Tapi ini bukan soal gampang. Yang dihadapi pada masa transisi saat ini, tidak imbangnya barang masuk di antara dua negaa itu. Dicontohkanya, nilai ekspor tekstil Indonesia ke Cina hanya US $ 200 juta, sebaliknya impor barang Cina totalnya US $ 1,2 miliar.
Pengusaha Indonesia tidak siap untuk menyerang dengan ofensif pasar Cina karena harus mempertahankan nafas usahanya dalam 3 tahun ini. Untuk itu dia meminta pemerintah Indonesia memfasilitasi untuk mempromosikan barang di negara itu. Dia mencontohkan, sejumlah even besar di Cina seperti Canton Fair dan Shanghai Intertex saat ini minim diikuti perusahan Indonesia. “Pameran Shanghai Intertex saja tidak lebih dari 10 perusahaan dan tidak pernah dalam 1 paviliun, selalu terpisah-pisah,” katanya.
AHMAD FIKRI