Dia mencontohkan tudingan Badan Pemeriksa kepada Bank Indonesia saat mengubah persyaratan rasio kecukupan modal (CAR) dalam Peraturan Bank Indonesia agar Bank Century mendapat Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). "Itu dalam rangka merespons dampak krisis global," kata Darmin di Gedung Departemen Keuangan, Selasa (24/11).
Menurut dia, hasil pemeriksaan BPK tidak lengkap dalam menyampaikan informasi terkait FPJP, seperti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Amandemen UU Bank Indonesia dan Penyusunan Laporan Bulanan Bank Umum yang memiliki jeda 25 hari.
Tentang kondisi CAR Century yang saat FPJP digelontorkan dalam keadaan negatif, Darmin mengatakan pada 11 November 2008 bank sentral mendesak Century untuk menyampaikan neraca dan CAR terkini, yaitu 31 Oktober 2008.
"Ternyata bank tidak mampu memenuhinya," katanya. Sedianya, posisi CAR Oktober memang baru akan rampung paling telat 25 November 2008. Maka BI menggunakan CAR September, yaitu positif 2,35 persen, saat pengguliran FPJP pada 14 November 2008.
Darmin mengatakan, Century baru menyerahkan CAR pada 19 November 2008 sore hari, lalu digunakan pada rapat penentuan nasib Century. "Ternyata CAR posisi 31 Oktober 2008 negatif 3,53 persen," ujarnya.
Tentang nilai agunan berada di bawah ketentuan Peraturan BI, Darmin menilai BPK tidak konsisten dalam menilai jaminan aset kredit. "BPK lebih mendasarkan pada nilai agunan dari hak tagih kepada debitur yang diagunkan kepada BI," ucapnya.
Menurut dia, cara penilaian jaminan FPJP itu tidak sesuai dengan PBI yang mengatur bahwa aset yang dapat dijadikan jaminan FPJP wajib memiliki agunan dan nilai jaminan FPJP berupa aset kredit dihitung berdasarkan baki debet aset kredit," kata Darmin. Berdasarkan perhitungan tersebut, agunan yang berupa hak tagih kepada debitur adalah 150 persen dari FPJP.
Tentang penentuan Century sebagai bank berdampak sistemik, Darmin mengatakan hal itu tida diatur dalam Perpu 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan. "Tidak pernah ada definisi dan ukuran baku mengenai dampak sistemik di dunia ini," tuturnya.
Bank Indonesia mengacu pada Memorandum of Understanding bank sentral di Uni Eropa yang menyatakan dalam situasi krisis, pertimbangan lebih berat ke kualitatif ketimbang informasi aktual kuantitatif. "Tentu telah didasari kajian dan pengalaman mereka menangani krisis keuangan," kata Darmin.
Adaptasi pemikiran itu ditambah dengan pengalaman Indonesia di krisis 1997. Saat itu, ujarnya, penutupan 16 bank yang pangsa pasarnya cuma 2,3 persen menimbulkan dampak berantai yang menyebabkan krisis perbankan. "Ketidakstabilan sosial politik mengganggu psikologi pasar," tutur Darmin.
Hal itu, dia melanjutkan, membantah tudingan analisis sistemik dilakukan terburu-buru. "Analisis kegagalan Bank Century yang dikaitkan perkembangan ekonomi makro dan perbankan secara reguler dilaporkan ke Rapat Dewan Gubernur dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan," ujar Darmin.
REZA MAULANA