Dia menjelaskan, secara umum kondisi Bank Century sebenarnya telah memenuhi kualifikasi sebagai bank gagal karena rasio kecukupan modal minimumnya telah negatif 3,53 persen. Pada kondisi pasar normal, kondisi Century itu tak akan menimbulkan dampak sistemik. Tapi, jika kondisi itu terjadi pada kondisi krisis keuangan global sedang berada di puncaknya pada November 2008 maka penutupan Bank Century akan rentan menimbulkan efek berantai.
“Krisis keuangan global telah meruntuhkan kepercayaan terhadap prospek dan stabilitas ekonomi dunia, pasar sangat rentan terhadap berita negatif maupun kebijakan apapun,” kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (24/11).
Seperti diberitakan, hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan terhadap kasus Bank Century mempersoalkan keputusan Komite Stabilitas dalam menetapkan status gagal dan berdampak sistemik yang lebih memperhatikan penilaian Bank Indonesia soal aspek psikologi pasar. Badan Pemeriksa pun menyimpulkan Komite Stabilitas menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tanpa berdasarkan data kondisi bank yang lengkap, muthakir, serta tidak berdasarkan pada kriteria yang terukur.
Menurut Sri Mulyani, sesuai akal sehat dan judgement, Bank Century memang bisa menimbulkan efek berantai. Ancaman dampaknya tak hanya berupa penarikan besar-besaran (rush) yang sudah tampak mulai awal November 2008. “Tapi itu juga akan terjadi pada bank-bank lain terutama pada 23 bank yang berada dalam kelompok yang sama dengan Bank Century,” ujarnya.
Sesuai data dan analisa Bank Indonesia, pada saat krisis keuangan global, terdapat 23 bank dengan ukuran setara atau lebih kecil dari Century dan sejumlah Bank Perkreditan Rakyat yang mengalami kesulitan likuiditas dan masalah lain yang kurang lebih sama dengan yang dihadapi Century. “Jadi ini bukan hanya soal penutupan Century, tapi juga efek dominonya terhadap bank lain dan perekonomian nasional,” ucap Sri.
Penutupan Bank Century pada masa krisis keuangan akan langsung mempengaruhi bank lain. Kondisi yang buruk akan berjalan secara cepat dan menjalar pada seluruh sistem perbankan nasional. Jika hal itu terjadi, bisa dipastikan sistem perbankan, sistem pembayaran dan kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian nasional bakal kembali terganggu seperti yang terjadi pada 1998. “Kalau itu terjadi tak bisa dibedakan lagi antara bank kecil, menengah, dan besar,” ujarnya.
AGOENG WIJAYA