“Metode perdagangan ini mendorong pedagang berspekulasi,” ujarnya ketika dihubungi siang ini.
Modusnya, di awal tahun sebelum musim giling pedagang membeli gula di harga Rp 6.300 per kilogram. Penyerahan kepada pedagang dilakukan pada bulan Juni-Agustus di harga lelang Rp 7.500 per kilogram, bahkan kini mencapai Rp 8.300 per kilogram.
Pola penjualan seperti ini pula yang menyebabkan gula terpusat di pedagang-pedagang besar. “Mereka yang punya barang. Terserah mereka mau di lepas ke masyarakat atau ke industri makanan dan minuman,” tuturnya.
Problem lainnya adalah faktor psikologis akibat kenaikan harga gula internasional menjadi US$ 560 per ton. Jika ditambah biaya pengiriman, pajak, dan lain-lain maka harga gula di Indonesia diperkirakan Rp 9.400 per kilogram.
Pedagang kemudian tergerak menyesuaikan harga jual mengikuti harga internasional. “Padahal tidak ada hubungannya, karena kita tidak impor gula,” ujar anggota Komisi Keuangan dan Perbankan ini.
Penyebab lainnya adalah kurang efektifnya Perum Bulog dalam menyeimbangkan distribusi gula nasional. Bulog selama ini hanya sebagai agen penjualan, bukan sebagai eksekutor yang tetap dipegang PTPN dan PT RNI.
“Bulog hanya distribusikan 14 persen gula. Mestinya supaya kuat, dia mendistribusikan 50 persen,” kata Natsir.
Merembesnya gula kristal putih ke industri makanan dan minuman yang selama ini memakai gula rafinasi juga dituding mengurangi pasokan ke konsumen langsung. Ia memperkirakan, jika 300 ribu ton saja gula merembes, maka sudah melebihi konsumsi gula nasional sebulan yang rata-rata 250 ribu ton.
Dia menyarankan, untuk menjaga harga gula dalam negeri diperlukan pasokan impor. Sebab, produksi gula nasional 2,7 juta ton per tahun belum mampu mencukupi konsumsi langsung sebanyak 3 juta ton per tahun. Belum lagi ditambah kebutuhan industri makanan dan minuman.
Tapi, langkah pembukaan impor ini harus dilakukan di awal tahun. Sebab untuk mendatangkan gula butuh waktu 2-3 bulan. “Kalau baru sekarang dibukanya, begitu gulanya datang momentumnya sudah lewat,” ujarnya.
EFRI RITONGA