Dia menjelaskan, ibarat meminjam uang teman, tentu si pemberi pinjaman ingin mengetahui reputasi peminjam, pengelolaan uang, dan tujuan peminjaman. "Itu perlu transparansi. Dalam menjual SUN ke internasional itu penting," kata Anwar.
Anwar menjelaskan, perbaikan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara akan meningkatkan peringkat Surat Utang Negara (SUN) di pasar dalam dan luar negeri.
Menurut Anwar, upaya peningkatan peringkat SUN sangat penting untuk menekan beban bunga utang. Apalagi setelah pemerintah mengubah strateginya dalam berutang untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Sebelumnya, pada masa orde baru, seluruh pinjaman resmi hanya melalui forum seperti Intergovernmental Group on Indonesia (IGGI) atau Consultative Group on Indonesia (CGI). Syarat-syarat pinjaman resmi juga sangat ringan sedangkan perolehan dan pembayarannya dapat diselesaikan melalui jalur politik.
Namun, setelah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada 1997-1998, pemerintah menambah modal perbankan yang mengalami krisis keuangan, dengan cara mengeluarkan SUN. Sebagian surat utang dapat dijual di pasar keuangan dalam negeri.
Pada 2004, pemerintah mulai menjual SUN di pasar dalam negeri dan pasar internasional untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pinjaman komersial mempunyai persyaratan lebih berat. Jika ada masalah dalam melunasi, maka tidak bisa diselesaikan melalui jalur politik.
Pada krisis keuangan global saat ini dampaknya terhadap perekonomian Indonesia terlihat pada neraca pembayaran luar negeri. Ekspor dan pemasukan modal swasta asing menurun. Devisa dari Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri juga turun.
Namun, Anwar melanjutkan, Indonesia terbantu dengan fasilitas pertukaran mata uang dari Bank Sentral Cina dan Departemen Keuangan Jepang, serta pinjaman lunak dari Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB) untuk menutup defisit APBN. Samurai bond yang dijual pemerintah Indonesia di pasar keuangan Jepang juga dijamin pemerintah Jepang agar laku terjual.
NIEKE INDRIETTA