Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto menjelaskan, selama ini penerbitan sukuk dilakukan lewat penawaran dari pemerintah kepada investor (book building) untuk mengetahui tingkat permintaan pasar.
Cara itu dinilai memakan waktu karena minimal membutuhkan tiga bulan penawaran. Akibatnya, pemerintah tak bisa melaksanakan penerbitan sukuk secara reguler dan berpotensi dinilai tak transparan.
Selain itu metode lama juga tak efisien dan kurang merarik peminat karena tingginya ongkos untuk pembayaran biaya kepada agen penjual. “Kalau lelang tidak, kami umumkan dan langsung dilelang,” katanya dalam acara sosialisasi penerbitan sukuk di Jakarta, Kamis (30/7).
Rahmat belum bisa memastikan jumlah sukuk yang akan dilelang bulan depan. Meski demikian, dia menegaskan nilainya tak akan lebih dari Rp 1 triliun. “kami coba dahulu. (Pelaksanaan lelang) ini juga harus melibatkan Bank Indonesia,” ujarnya.
Yang jelas, kata dia, lelang sukuk akan digelar reguler sedikitnya sekali dalam sebulan. Adapun peserta lelang terbuka bagi agen penjual utama Surat Utang Negara dan non-agen penjual yang bisa berasal dari lembaga keuangan dan perusahaan efek.
Menurut dia, hingga saat ini pemerintah telah menerbitkan sukuk sebesar Rp 19,8 triliun, termasuk sukuk global senilai US$ 650 juta atau sekitar Rp 6,5 triliun yang terbit April 2009. Rencananya, pemerintah akan menerbitkan sukuk lagi sebesar Rp 7 triliun.
“Kami akan segera ajukan persetujuan tambahan aset jaminan karena dari sekitar Rp 18 triliun yang tersisa sekarang hanya Rp 1 triliun,” kata, Rahmat yang memastikan tak akan menerbitkan lagi sukuk global tahun ini. “Ini untuk mengurangi ketergantungan pada utang global.”
AGOENG WIJAYA