Menurut Darmono, investor di kawasan industri menyatakan tetap berpandangan positif melihat perkembangan di Indonesia. Pengamanan di kawasan industri saat ini sudah cukup ketat sehingga tak ada tindakan reaktif atas peristiwa ledakan tersebut. Meski demikian, pihaknya akan meningkatkan pendidikan untuk satuan pengamanan (satpam) dengan pelatihan oleh polisi dan militer serta Bahasa Inggris.
Darmono melanjutkan, kalangan investor dalam pertemuan Indonesian Business Council juga menyatakan komitmen investasinya. "Banyak yang dari Australia, mereka bilang tetap komitmen investasi dan percaya," tuturnya. Selain itu, lanjut Darmanto, investor cenderung bertahan karena hasil pemilihan umum presiden telah diumumkan.
Investor, kata dia, justru menanyakan pembangunan infrastruktur pendukung kinerja industri seperti jalan, akses ke pelabuhan, dan listrik. Sebab hal tersebut saat ini dinilai masih minim. Kurangnya infrastruktur menyebabkan biaya produksi dan operasional perusahaan meningkat. "Investor bilang, saya bisa menambah investasi kalau ada pembangunan infrastruktur," kata Darmono.
Jumat (17/7), pekan lalu dua hotel terkemuka di Ibu Kota itu diledakkan oleh pihak-pihak yang hingga kini belum diketahui identitasnya dengan jelas. Akibat ledakan tersebut, sembilan orang dinyatakan tewas, dan sedikitnya 37 orang terluka.
Indonesia setiap tahun dihajar ledakan bom mulai dari 1999 hingga 2005 yang menelan korban 280 orang tewas. Jaringan teroris Asia Tenggara Jemaah Islamiyah dituding sebagai otak di belakang ledakan bom yang terjadi di Hotel JW Marriott pada 2003 yang membunuh 12 orang.
Sebuah bom juga meledak di luar kompleks Kedutaan Besar Australia di kawasan Kuningan, Jakarta, pada 2004 yang merenggut sembilan nyawa. Pada 2002 serangan bom yang menerjang Bali membunuh 202 orang, 88 di antaranya berbangsa Australia.
NIEKE INDRIETTA