Demikian diungkapkan peneliti senior dari Institute for Global Justice, Boni Setiawan, pada acara Workshop Terbatas di Tanjungpinang, Kamis (23/7). "Jangan sampai hanya mengandalkan tenaga kerja murah, tapi tidak ada hasil dan pekerja jadi bulan-bulanan pengusaha," ucapnya, menambahkan.
Boni menerangkan, KEK merupakan wujud dari ungkapan "siapa yang kuat memakan yang lemah". Jadi jangan sampai keberadaannya tidak memberikan nilai tambah bagi rakyat Indonesia. "Belajarlah dengan Cina," tutur Boni, menyarankan.
Di Cina investor hanya diberi waktu lima tahun intensif, bahkan selama lima tahun upah tidak dinaikkan, kemudian rakyat dipaksa belajar produk yang dibuat itu agar bisa diproduksi oleh negara Panda tersebut. "Jadi bargaining position (posisi tawar) Cina kuat," ungkap Bonni.
Anggota Badan Pengusahaan Batam, Dwi Novi, mengatakan sepantasnya pemerintah mulai memikirkan industri cluster atau pusat-pusat industri. Sebab sektor ini akan sangat membantu keberlangsungan usaha. Karena pekerja akan benar-benar memiliki pengetahuan bila perusahaan atau investor asing meninggalkan Indonesia.
Novi mengemukakan, di Batam terdapat 25 kawasan industri dan menyerap lebih dari 265.000 pekerja formal. Pada 2007 penanaman modal asing (PMA) ada 88 perusahaan, kemudian menurun menjadi 77 PMA pada 2007. Penurunan ini disebabkan munculnya krisis ekonomi global.
Namun dengan ditetapkannya Batam sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas, investasi tahun ini meningkat. Ia menyebutkan, pendapatan pajak untuk pemerintah pusat di kawasan Industri Batam mencapai Rp 1,7 triliun dan diharapkan bertambah menjadi Rp 3 triliun akhir 2009.
RUMBADI DALLE